Cari Blog Ini

Senin, 10 Oktober 2011

Laporan Pertanggung Jawaban Panitia Idul Adha DKM Nurul Ihsan

Berikut ini kami sampaikan Laporan Pertanggung Jawaban ( LPJ ) atas Pelaksanaan Kegiatan kepanitian Idul Adha di lingkungan DKM Nurul Ihsan Komplek Riung Bandung Permai, Kota Bandung, Mohon kiranya dapat diterima dan kami sangat berterima kasih atas perhatian dan koreksi kepada kami agar Kepanitian tahun depan dan tahun-tahun berikutnya akan lebih baik dari kepanitian PIDUA 1431H.




















Formulir - formulir Kepanitian

Berikut adalah form - form yang diperlukan untuk kegiatan Panitia Idul Qurban Nurul Ihsan ( PIDUA Nurul Ihsan )
Form B ( Kwitansi )

Form D ( Form Berita Acara Penyembelihan Hewan Qurban )

Form E ( Formulir Tanda terima Mudhohi  hak 1/3 bagian )
Form A1. ( Formulir Pemesanan / titipan Hewan Qurban )
Form A2 ( Formulir tanda terima titipan hewan Qurban )

Foto kegiatan PIDUA 1431H













Minggu, 09 Oktober 2011

TIPS MEMBELI HEWAN QURBAN

TIPS MEMBELI HEWAN  QURBAN

Oleh : PIDUA Nurul Ihsan

Menjelang   "iedul qurban"  tampak di pinggir-pinggir jalan di setiap kota orang mulai menjajakan ternak domba, kambing dan sapi sebagai hewan Qurban. Beberapa Tips dibawah ini dapat digunakan, agar hewan yang kita beli sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW   yaitu antara lain harus memenuhi  beberapa kriteria pokok kesempurnaan; ternak dalam keadaan cukup umur, sehat (tidak cacat) dan jantan. Selain itu, daging yang dihasilkan pun, jumlahnya sesuai harapan kita untuk dibagikan kepada para mustahik yang berhak.

I . Memilih ternak

Memilih ternak yang cukup umur, sehat (tidak cacat) dan jantan kriteria cukup umur  untuk kambing dan domba rata-rata umur dewasa tubuhnya sekitar 12 - 18 bulan , sedangkan untuk sapi dan kerbau sekitar 22 bulan.  Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk mengetahui umur ternak adalah sebagai berikut :

  1. Kambing / Domba

Kambing / Domba secara umun dilihat dari giginya. Jika gigi susunya telah tanggal/diganti (dua/sepasang gigi susu yang didepan) menandakan ternak tersebut telah berumur sekitar 12 - 18 bulan (Kambing dan domba),

  1. Sapi / Kerbau

Melihat catatan kelahiran ternak tersebut, pada pemiliknya Sapi dan kerbau sekitar 22 bulan.  Sehatnya seekor ternak,   dapat dicirikan dari bulunya yang tampak mengkilat dan bersih. Bulu tersebut tidak berdiri dan kusam. Matanya bersinar (jernih). 

Ternak yang sehat sangat mudah dilihat dari cara makan dan minumnya, bila konsumsi makan dan minumnya baik (lahap), merupakan ciri hewan tersebut sehat. Bentuk tubuhnya harus standar. Pengertian standar untuk sapi dan kerbau, tulang punggungnya relatif rata, tanduknya seimbang dan keempat kakinya simetris serta postur tubuhnya ideal. Postur tubuh ideal yang dimaksud, misalnya kombinasi perut, kaki depan, belakang, kepala dan lehernya seimbang. Selain itu, dapat pula dilihat pada bagian mulut. Apabila mulutnya basah sekali, sehingga air liurnya banyak keluar, atau nampak bahwa mulutnya terdapat bintil-bintil berwarna merah tentu hewan tersebut harus diwaspadai, mungkin mengidap penyakit. sedangkan ternak yang cacat, adalah karena salah satu bagian dari tubuhnya hilang atau rusak. Seperti misalnya tanduknya patah sebelah, tulang kakinya patah dsb.

II. Cara Mengetahui Bobot Hewan Ternak

Kalau di perusahaan besar, bobot sapi dan kerbau biasa ditimbang dengan timbangan ternak. 
Di pasar hewan ataupun dipingiran jalan , timbangan ternak ini tak dijumpai. Jual beli sapi, kerbau dan domba lebih banyak dengan cara “beuli bogoh” sehingga berat ternak acapkali diabaikan.



Namun untuk menaksirnya cukup dengan seutas tali untuk mengetahui taksiran bobot ternak,
Bila dicermati, penampang tubuh kerbau, sapi dan domba menyerupai bentuk geometris berupa tabung. Untuk mencari volume tabung harus diketahui luas alas dan tinggi. Dalam hal ini, lingkar dada hewan dapat diasumsikan sebagai luas alas bangun lingkaran dan panjang badan sebagai tinggi. Lingkar dada diperoleh dengan melingkarkan seutas tali di belakang gumba melalui belakang belikat. Sementara panjang badan diukur dari bahu hingga penonjolan tulang duduk. Dengan memperhatikan volume organ kepala, kaki, ekor, dan massa jenis daging atau jeroan bakal diperoleh pendekatan untuk memperoleh berat hewan sebenarnya.

Para ahli akhirnya menemukan rumus untuk menghitung bobot ternak. menemukan rumus untuk mengetahui berat badan dengan cukup mengetahui satu komponen, yakni lingkar dada. Rumus itu yaitu

Bobot Badan (kg)       = {lingkar dada (cm) + 22} dikuadratkan  dibagi 100.

Mengadopsi rumus tabung dengan menampilkan formula, yakni

Bobot Badan (lubels) = {lingkar dada (inchi) dikuadratkan  x panjang badan (inchi) } dibagi 300. 

Rumus ini disesuaikan dengan mengonversi ke dalam satuan yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita, yakni

Bobot Badan (kg)       = {lingkar dada (cm) kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi 10840.

Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diuji-cobakan terhadap beberapa kelompok sapi antara bobot taksir dan bobot timbangan. Hasilnya rumus kedua dan ketiga lebih mendekati berat real sapi sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Kesatu tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen.

III . Menghitung berapa daging yang akan dihasilkan oleh seekor ternak.

Menghitung berapa daging yang akan dihasilkan oleh seekor ternak untuk sasaran kita kepada berapa orang daging ini akan dibagikan. Caranya adalah sebagai berikut :
Seekor sapi akan mampu menghasilkan karkas (tulang daging, tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan) sekitar (49 - 57) % dari berat hidup. Jika kita membeli seekor sapi dengan berat badan 400 kg, maka akan memperoleh karkas sekitar ( 196 – 228 ) kg.Dari sejumlah ini, akan mampu dihasilkan daging tanpa tulang ( boneless ) sekitar  75 % dari berat karkas atau sekitar (147 - 170 ) kg. Belum termasuk jeroan, kaki dan kepala.
Berat daging yang diperoleh sangat tergantung pula kepada perlakuan yang diberikan oleh kita selama sapi tersebut belum dipotong. Akibat jeleknya perlakuan sebelum dipotong, biasanya dapat menurunkan (susut berat badan) sampai dengan 5% dari berat badannya, bahkan bisa lebih tinggi lagi. Bila kita konversikan penyusutan 5 % dari berat sapi 400 kg, sekitar 20 kg berat hidup dengan nilai uang sebesar  20 Kg x Rp. 35.000,00 = Rp 700.000,00 per ekor (asumsi harga sapi saat Iedul Adha Rp. 35.000,00/kg berat hidup). 
Nilai yang cukup besar dari penyusutan ini hilang begitu saja. Jika ternak diperlakukan dengan baik, manfaat yang sebesar itu akan dapat dinikmati oleh banyak orang.
Seandainya, kita akan membagikan kepada yang berhak menerima daging qurban per bungkus per orang seberat 1 kg daging ditambah jeroannya, maka dari seekor sapi dengan berat badan 400 kg akan diperoleh sekitar (147 - 170) bungkus.

Dengan cara perhitungan yang sama, tetapi koefesien teknis yang berbeda, seekor domba/kambing dengan berat hidup sekitar 40 kg (termasuk kelas A, pada Iedul Adha), akan menghasilkan karkas sekitar (41-49) % dari berat hidupnya atau sekitar (16,4 -19,6) Kg. Dari sejumlah tersebut diperoleh daging (boneless) sekitar 75 % dari berat karkas atau menghasilkan daging tanpa tulang sekitar (12,3 - 14,7) kg.  Seandainya, patokan pembagian daging qurban yang digunakan daging per bungkus seberat satu kg, maka untuk seekor domba/kambing, dengan berat hidup sekitar 40 kg akan diperoleh sekitar (12 - 15) bungkus daging.


IV. Keuntungan membeli ternak dengan timbang hidup

Ternak qurban umumnya dilakukan secara berat taksir kadangkala ada pula yang memberikan dengan harga timbang hidup. Untuk ini, harus dipertanyakan kapan dan dimana ditimbangnya. Sebab, selama proses penjualan ternak tersebut akan terjadi penyusutan, yang dapat mencapai lebih dari 10 %. Bagi orang awam sangat sulit menentukan tepatnya berat hidup berdasarkan nilai taksir penjualan. Untuk mengetahui berapa berat sebenarnya ternak yang kita beli, tidak ada jalan lain kecuali harus ditimbang. Kita dapat memperolehnya pada perusahaan peternakan atau pedagang yang menjual ternak qurban dengan timbangan hidup. Cara ini lebih menjamin konsumen, sehingga kita dapat memperkirakan berapa daging yang akan dihasilkan dari ternak yang dipotong.

Senin, 22 November 2010

Syarat Hewan Qurban

Qurban dalam pengertian ilmu fiqih Islam adalah penyembelihan binatang yang telah ditentukan jenis dan syaratnya, tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Idul Adha sering juga disebut dengan istilah Hari Raya Qurban. Istilah dalam bahasa Arab, dikenal dengan Udhiyyah, yang artinya binatang tertentu yang disembelih pada waktu Idul Adha.
Syarat Hewan Qurban
1. Jenis hewan qurban.
Hewan qurban harus berasal dari jenis binatang ternak. Contoh hewan ternak yang dimaksud adalah: Sapi, biri-biri, kambing, dan unta. Berdasarkan pada pendapat ulama-ulama madzhab, khususnya lima madzhab besar. Mereka sepakat jenis hewan ternak itulah yang diperbolehkan untuk menjadi hewan qurban.
2. Keadaan hewan qurban.
Hewan qurban hendaknya tidak memiliki cacat dalam fisik tubuhnya. Dari hadits riwayat Ahmad bin Hanbal, Rasulullah saw. Bersabda: “Empat macam hewan yang tidak akan sah dijadikan sebagai binatang untuk berqurban: rusak matanya, dalam keadaan sakit, berfisik pincang, memiliki tubuh kurus dan lemah.”
3. Usia hewan qurban.
Umur hewan yang sah untuk disembelih adalah: Domba yang telah mencapai umur satu tahun lebih atau gigi domba telah berganti. Kambing yang telah berumur dua tahun lebih. Unta yang mencapai umur lima tahun lebih. Sapi atau kerbau yang telah berumur dua tahun lebih.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim, satu ekor unta bisa berlaku untuk tujuh orang. Demikian pula untuk satu ekor sapi atau kerbau, berlaku sama untuk tujuh orang.
4. Waktu penyembelihan qurban.
Mengenai jumlah hari tasyrik, para ulama berbeda pendapat. Madzhab Hanbali, Madzhab Hanafi, dan Madzhab Maliki berpendapat bahwa waktu qurban adalah hari Idul Adha dan dua hari setelahnya. Maka batas penyembelihan hewan qurban jatuh pada tanggal 12 Dzulhijjah.
Berbeda dengan Madzhab Syafi’i. Imam Syafi’I mengatakan bahwa waktu penyembelihan adalah empat hari, yaitu hari Idul Adha dan tiga hari setelahnya. Maka proses berqurban ini dilanjutkan pada hari-hari tasyrik. Hari tasyrik ini bertepatan dengan tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah.
Penyembelihan hewan qurban lebih baik dikerjakan pada siang hari. Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban pada malam hari berstatus hukum makruh tanzih. Artinya lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
5. Nabi Muhammad memberikan sunnah yang lebih baik dilakukan dalam melaksanakan ibadah qurban Idul Adha. Di antaranya, keadaan tubuh hewan qurban lebih baik gemuk dan sehat, berdasarkan pada H.R. Bukhari dan Muslim.
6. Lebih baik mengikat binatang qurban beberapa hari menjelang datangnya Hari Raya Idul Adha. Hal ini dimaksudkan sebagai bagian dari syiar-syiar dakwah Islam. Pendapat ini merujuk juga pada, “…. Dan barang siapa yang mengagung-agungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu muncul dari ketakwaan.” (Q.S. 22:23).
7. Lebih baik hewan qurban tidak dipotong kuku dan bulu tubuhnya semenjak awal bulan Dzulhijjah. Sunnah ini berdasarkan H.R. Jamaah, kecuali Imam Bukhari.
8. Islam mensyaratkan agar hewan qurban harus dihadapkan ke arah kiblat. Demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad, berdasarkan pada keterangan hadits dari Ibnu Majah.
Demikianlah syarat sah keadaan hewan qurban Idul Adha yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Lebih baik jika kita mengikuti petunjuk Nabi agar ibadah qurban kita diterima oleh Allah SWT. Ingat, jangan lupa untuk membeli hewan qurban dengan cara yang halal, mengucap basmalah dan takbir, serta gunakan pisau yang sangat tajam.
Berdoalah semoga niat dan alam ibadah qurban kita diterima Allah SWT, amin!

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.2)

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.2)

Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya, dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya. berikut ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.
Pertama : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam nerkurban dengan dua ekor domba jantan (Akan datang dalilnya pada point ke delapan) yang disembelihnya setelah shalat Ied. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan (yang artinya) : “ Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya” (Riwayat Bukhari (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Bara’ bin Azib).
Kedua : Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya dari yang selain domba(Berkata Al-Hafidzh dalam “Fathul Bari” (10/5) : Jadza’ adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah ucapan jumhur. Adapula yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian diperselisihkan perkiraannya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang mengatakan 10 Tsaniyya dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun, sedang dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 athun. Lihat “Zadul Ma’ad” (2/317).)
Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing”(‘Shahihul Jami’” (1592), lihat ” Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” (1/87-95).)
Ketiga : Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah Idul Adha, karena hadits yang telah tsabit dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (bahwa) beliau bersabda : (yang artinya) : “ Setiap hari Tasyriq ada sembelihan”      (Dikeluarkan oleh Ahmad (4/8), Al-Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban (3854) dan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” (3/1118) dan pada sanadnya ada yang terputus. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam ‘Mu’jamnya” dengan sanad yang padanya ada kelemahan (layyin). Hadits ini memiliki pendukung yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Hadits ini hasan Insya Allah, lihat ‘Nishur Rayah” (3/61).)
Berkata ibnul Qayyim rahimahullah “Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu Hanifah semoga Allah merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum”        (Zadul Ma’ad (2/319))
Keempat : Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang ingin menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu. (Telah lewat takhrijnya pada halaman 66, lihat ‘Nailul Authar” (5/200-203).)
Berkata An-Nawawi dalam “Syarhu Muslim” (13/138-39). “Yang dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu (Campuran tertentu yang digunakan untuk menghilangkan rambut.) atau selainnya. Sama saja apakah itu rmabut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di tubuhnya”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Muhni” (11/96) “Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada Allah Ta’ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa”.
Aku katakan : Penuturan dari beliau rahimahullah mengisyaratkan haramnya perbuatan itu dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.
Kelima : Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang terpotong telinganya atau patah tanduknya(Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad (1/83, 127,129 dan 150), Abu Daud (2805), At-Tirmidzi (1504), An-Nasa’i (7/217) Ibnu Majah (3145) dan Al-Hakim (4/224) dari Ali radhiyallahu ‘anhu dengan isnad yang hasan.). Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan kurban, dan tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah, atau mudabarah, dan tidak pula dengan syarqa’ ataupun kharqa’ semua itu telh pasti larangannya.( Muqabalah adalah hewan yang dipotong bagian depan telinganya. Mudabarah : hewan yang dipotong bagian belakang telinganya. Syarqa : hewan yang terbelah telinganya dan Kharqa : hewan yang sobek telinganya. Hadits tentang hal ini isnadnya hasan diriwayatkan Ahmad (1/80 dan 108) Abu Daud (2804), At-Tirmidzi (4198) An-Nasa’i (7/216) Ibnu Majah (3143) Ad-Darimi (2/77) dan Al-Hakim (4/222) dari hadits Ali radhiyallahu ‘anhu.)
Boleh berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya’la (1792) dan Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsami dalam ” Majma’uz Zawaid” (4/22).
Keenam : Belaiu shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban di tanah lapang tempat dilaksanakannya shalat. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Majah (3161) dari Ibnu Umar.)
Ketujuh : Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa satu kambing mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar (Wafat tahun (103H) biografisnya bisa dibaca dalam “Tahdzibut Tahdzib” (7/217).) : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : “Bagaimana hewan-hewan kurban pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Ia menjawab : “Jika seorang pria berkurban dengan satu kambing darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan memberi makan yang lain” (Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Majah (3147) dan Al-Baihaqi (9/268) dan isnadnya hasan.)
Kedelapan : Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih kurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata : (yang artinya) : “ Nabi berkurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut”( Diriwayatkan oleh Bukhari (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Daud (2794).)
Kesembilan : Hewan kurban yang afdhal (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk) bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan kurban yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Daud (2792).)
Kesepuluh : Disunnahkan seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan kurbannya (menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa baginya untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan kurbannya. (Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara ulama, lihat point ke 13.)
Kesebelas : Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih kurban untuk ikut makan dari hewan kurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya. Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging kurban tersebut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : “ Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah”( Diriwayatkan oleh Bukhari (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Adapun riwayat larangan untuk menyimpan daging kurban masukh (dihapus), lihat ‘Fathul Bari’ (10/25-26) dan “All’tibar” (120-122). Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.)
Kedua belas : Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai kurban dari tujuh orang. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam “Shahihnya” (350) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata (yang artinya) : “ Di Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk tujuh orang”
Ketiga belas : Upah bagi tukang sembelih kurban atas pekerjaannya tidak diberikan dari hewan kurban tersebut, karena ada riwayat dari Ali radhiyallahu ia berkata.
(yang artinya) : “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurus kurban-kurbannya, dan agar aku bersedekah dengan dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannyaa (Dalam Al-Qamus yang dimaksud adalah apa yang dikenakan hewan tunggangan untuk berlindung dengannya.) dan aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda : Kami akan memberikannya dari sisi kami”( Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73) Ibnu Majah (3099) Al-baihaqi (9/294) dan Ahmad (1/79,123,132 dan 153) Bukhari meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : “Kami akan memberinya dari sisi kami”.)
Keempat belas : Siapa di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih kurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika menyembelih salah satu domba (yang artinya) : “ Ya Allah ini dariku dan ini dari orang yang tidak menyembelih dari kalangan umatku”( Telah lewat takhrijnya pada halaman 70)
Kelima belas : Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/95) : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafaur rasyidun sesudah beliau menyembelih kurban. Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama niscaya mereka menuju padanya. Dan karena mementingkan/mendahulukan sedekah atas kurban mengantarkan kepada ditinggalkannya sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura’, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein)

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.1)

Oleh: Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin

a.Menyembelih kurban harus lillahi ta’ala
Firman Allah Ta’ala (artinya): ”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Penguasa semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (kepada-Nya).” (Al-An’am: 162-163)
“Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban (untuk-Nya).” (Al-Kautsar: 2)
Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuturkan kepadaku empat kalimat: “Allah melaknat orang yang menyembelih binatang dengan berniat bukan Lillah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi seorang pelaku kejahatan, Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (H.R. Muslim)
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana hal itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak seorangpun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: “Persembahkan kurban kepadanya.” Dia menjawab: “Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya.” Merekapun berkata kepadanya lagi: “Persembahkan sekalipun seekor lalat.” Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat dan merekapun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanannya, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain: “Persembahkan kurban kepadanya.“ Dia menjawab: “Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.” Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya, orang ini masuk surga.” (H.R. Imam Ahmad)
Kesimpulan :
1. Tafsiran ayat dalam surah Al-An’am. Ayat ini menunjukkan bahwa penyembelihan binatang untuk selain Allah adalah syirik, sebagaimana shalat selain Allah.
2. Tafsiran ayat dalam surah Al-Kautsar. Ayat ini menunjukkan bahwa shalat dan penyembelihan adalah ibadah yang harus diniati untuk Allah semata-mata, dan penyelewengan niat ini dengan ditujukan untuk selain Allah adalah syirik.
3. Dalam hadits tersebut diatas, pertama kali yang dilaknat adalah orang yang menyembelih binatang dengan niat bukan Lillah.
4. Dilaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya; dan diantaranya adalah dengan melaknat bapak ibu orang lain, lalu orang lain ini melaknat bapak ibu orang tersebut.
5. Dilaknat orang yang melindungi seorang pelaku kejahatan yaitu orang yang memberikan perlindungan kepada seseorang yang melakukan tindak kejahatan yang wajib diterapkan kepadanya hukum Allah.
6. Dilaknat pula orang yang merubah tanda batas tanah, yaitu mengubah tanda yang membedakan antara hak milik seseorang dengan hak milik tetangganya dengan digeser maju atau mundur.
7. Ada perbedaan melaknat orang tertentu dan melaknat orang yang berbuat maksiat secara umum.
8. Kisah seekor lalat tersebut merupakan kisah yang penting sekali.
9. Bahwa seorang yang masuk neraka itu disebabkan karena ia persembahkan kurban lalat yang dia sendiri tidak sengaja berbuat demikian, akan tetapi dia melakukan hal tersebut untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu.
10. Mengetahui kadar syirik dalam hati orang yang beriman, bagaimana ketabahan hatinya dalam menghadapi eksekusi hukuman mati dan penolakannya untuk memenuhi permintaan mereka, padahal mereka tidak meminta kecuali amalan lahiriah saja.
11. Orang yang masuk neraka tersebut adalah seorang muslim sebab seandainya dia orang kafir, Rasulullah tidak akan bersabda: ”…masuk neraka karena seekor lalat…”
12. Hadits ini merupakan suatu bukti bagi hadits shahih yang menyatakan: “Surga itu lebih dekat kepada seseorang diantara kamu daripada tali sandalnya sendiri, dan nerakapun demikian halnya.”
13. Mengetahui bahwa amalan hati adalah tolok ukur yang penting, sampaipun bagi para pemuja berhala.
(Dikutip dari “Kitab Tauhid”, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Kerjasama Da’wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418H).
b. Pertanyaan : Apakah ada perintah dalam Al-Qur’an untuk menyembelih hewan Qurban pada hari idul Adhha ?
Jawab :
Diriwayatkan dari Qatadah , ‘Athaa dan Ikrimah bahwa yang dimaksud dengan Shalat dan menyembelih dalam firman Allah : (Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. 108:2 ) adalah shalat ied dan menyembelih hewan qurban, akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa maksud dari firman Allah tersebut adalah : bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan shalatnya- yang wajib dan yang sunnah- dan penyembelihannya murni hanya untuk Allah sebagaimana dalam firman-Nya : “Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, (QS. 6:162) Tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. 6:163 ).
Adapun syari’at menyembelih hewan qurban pada hari Ied adalah telah tetap berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak harus segala hukum itu disyari’atkan dalam Al-Qur’an secara rinci akan tetapi cukup dengan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman Allah : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;. (QS. 59:7)
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan, (QS. 16:44)
c. Pertanyaan : Apakah hukumnya menyembelih qurban, dan mana yang lebih utama, dagingnya dibagikan mentah atau matang, karena ada yang mengatakan bahwa sepertiga dari daging hewan qurban yang dikhususkan untuk bersedekah tidak boleh dimasak dan tidak boleh dipotong-potong tulangnya ?
Jawab:
Menyembelih hewan qurban hukumnya sunnah kifayah, dan sebagian ulama ada yang mewajibkannya ( fardlu ‘ain), mengenai pembagian dagingnya, baik dalam keadaan dimasak atau mentah boleh keduanya, dan disyari’atkan agar yang berqurban memakan sebagian dari qurbannya, menghadiahkannya ( kepada kerabat atau tetangga dll ) serta bersedekah. ( maksudnya agar daging hewan qurban tersebut, dibagi menjadi tiga bagian : pertama untuk dimakan oleh yang berkurban dan keluarganya, kedua dibagikan kepada
kerabat, tetangga atau kenalan dan ketiga untuk kaum faqir-miskin, red)
d. Pertanyaan : Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba ?
Jawab :
Berqurban yang paling utama adalah dengan unta, kemudian sapi kemudian kambing kemudian unta atau sapi yang disembelih oleh tujuh orang berserikat, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat Jum’at ( barang siapa pergi ( ke masjid untuk shalat Jum’at ) pada jam pertama maka
seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor unta, dan barang siapa pergi pada jam kedua maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor sapi, dan barang siapa pergi pada jam ketiga maka seakan-akan dia telah
berqurban dengan seekor domba yang bertanduk, dan barang siapa pergi pada jam keempat maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor ayam, dan barang siapa pergi pada jam kelima maka seakan-akan dia telah berqurban dengan sebutir telur. (HR. Ahmad, Malik, Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
Hadits di atas menunjukkan mufadhalah (mengutamakan satu dengan lainnya), dalam mendekatkan diri kepada Allah antara unta, sapi dan kambing, dan tidak diragukan bahwa berqurban adalah termasuk ketaatan yang paling agung di sisi Allah Ta’ala, dan karena unta lebih mahal, lebih banyak dagingnya dan
manfaatnya, pendapat ini dikeluarkan oleh Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad, namun Imam Malik berkata : yang utama adalah (berqurban) dengan domba yang berumur enam bulan masuk ke bulan ke tujuh dari umurnya, kemudian dengan sapi kemudian dengan unta, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berqurban dengan dua ekor domba, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan kecuali yang lebih utama.
Jawaban atas pendapat Imam Malik adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kadang-kadang memilih yang tidak utama untuk meringankan ummat, karena mereka akan selalu berusaha mencontohnya, dan
dia shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka
memberatkan ummatnya, dan dia shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan keutamaan unta dari sapi dan kambing sebagaimana hadits di atas.
e. Bolehkah berpatungan ( urunan/ berserikat ) dalam menyembelih hewan qurban, dan berapa jumlah orang yang berpatungan dalam satu ekor hewan qurban, apakah mereka harus dari satu keluarga, dan apakah berpatungan dalam berqurban termasuk perbuatan bid’ah ?
Jawab :
Sseseorang boleh berqurban untuk dirinya dan
keluarganya dengan seekor kambing, dalilnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. HR. Bukhari dan Muslim. dan bahwa ‘Atha bin Yasar berkata : hai Abu Ayyub ! bagaimanakah berqurban di antara kalian (para sahabat) di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ? maka dia menjawab : adalah seseorang diantara kita di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan
menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan memberi makan orang lain ( dengan daging tsb ) sampai banyak orang saling berbangga lalu menjadi seperti yang engkau saksikan. (HR. Malik, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, dan Tirmidzi berkata : hadits hasan shahih)
Dan syah menyembelih seekor unta atau sapi untuk tujuh orang, baik mereka itu dari satu keluarga atau bukan, baik mereka ada hubungan keluarga atau tidak, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengizinkan para sahabat untuk berserikat ( patungan/ urunan ) dalam menyembelih seekor unta atau sapi, setiap tujuh orang seekor sapi/ unta, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak merinci itu semua.
Wallahu A’lam
f. Pertanyaan : Ada seseorang yang bapaknya meninggal, dan dia ingin menyembelih hewan qurban untuknya, maka salah seorang gurunya berkata : tidak boleh menyembelih seekor unta untuk satu orang, lebih baik kamu menyembelih seekor kambing untuknya, dan orang yang mengatakan kepadamu : sembelihlah seekor unta adalah salah, karena tidak boleh menyembelih seekor unta kecuali untuk jama’ah (tujuh orang ) ?
Jawab :
Boleh menyembelih hewan qurban untuk orang yang telah meninggal ( pahalanya untuknya ) baik berupa seekor kambing atau unta, dan orang yang mengatakan : bahwa seekor unta tidak boleh kecuali untuk berjama’ah adalah salah, akan tetapi seekor kambing tidak syah kecuali untuk satu orang dan baginya boleh menyertakan keluarganya dalam mendapatkan pahalanya, adapun unta maka boleh untuk satu orang atau tujuh orang
berserikat dalam membelinya, maka sepertujuhnya merupakan qurban tersendiri bagi tiap orang yang berserikat, dan sapi sama hukumnya seperti unta.
g. Tolong beritahukan kepada kami tentang hewan qurban, sahkah berqurban dengan seekor kambing yang berumur enam bulan, karena mereka mengatakan bahwa tidak sah berqurban dengan kambing kecuali yang umurnya sudah sempurna satu tahun ?
Jawab :
Tidak sah berqurban dengan kambing domba kecuali yang umurnya sudah sempurna enam bulan dan telah memasuki bulan ke tujuh atau lebih, baik kambing jantan atau betina, dan inilah yang disebut dengan jadza’, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dan Nasa’I bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : sesungguhnya jadza’ (kambing
domba yang telah berumur enam bulan dan masuk ke bulan ke tujuh) mencukupi apa yang dicukupi oleh kambing yang sudah berumur satu tahun dan memasuki tahun kedua. Dan tidak sah berqurban dengan kambing kacang, atau unta atau sapi kecuali yang sudah berumur, baik betina atau jantan, hewan disebut telah berumur,kambing jika sudah genap satu tahun dan memasuki tahun kedua, sapi jika sudah genap berumur dua tahun dan memasuki tahun ke tiga, dan unta jika sudah genap berumur lima tahun dan memasuki tahun ke enam, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : Jangan kamu menyembelih kecuali yang sudah berumur, kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah jadz dari kambing domba. (HR. Muslim)
g. Pertanyaan :Cacat apakah yang ada pada hewan yang dapat menghalangi menjadi hewan qurban ?
Jawab :
Yang tidak shah dijadikan hewan qurban adalah yang buta sebelah mata, yang buta, yang sakit, yang sangat kurus, yang pincang, yang patah tanduknya dan yang terpotong telinganya.
h. Pertanyaan :Bolehkah mengucapkan niat misalnya jika saya ingin menyembelih hewan qurban untuk orang tua saya yang telah meninggal, lalu saya mengucapkan : Ya Allah, qurban ini untuk orang tua saya si fulan, atau saya melakukan hajat saya tanpa mengucapkan niat dan cukup.?
Jawab :
Niat tempatnya di hati, dan cukup dengan apa yang diniatkan dalam hati, dan tidak mengucapkannya dan dia harus mengucapkan Bismillah dan Allahu Akbar ketika akan menyembelih, berdasarkan riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan dua domba, dia sembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, membaca Bismillah dan Allahu Akbar. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
Dan tidak ada larangan, jika dia (yang berqurban ketika menyembelih) mengucapkan : Ya Allah, qurban ini untuk orangtuaku, dan ini adalah bukan termasuk mengucapkan niat.
i. Pertanyaan : Telah terjadi diskusi sekitar masalah qurban, sebagian mengatakan bahwa wasiat atas orang mati agar berqurban
( menyembelih hewan qurban yang pahala untuk yang mati) adalah tidak disyari’atkan, karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berwasiat untuk itu, begitu juga para khulafa’ur Rasyidin. Dan para peserta diskusi juga berpendapat bahwa bersedekah dengan harga hewan qurban lebih utama dari menyembelihnya ?
Jawab :
Menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkadah menurut pendapat kebanyakan ulama, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berqurban dan menganjurkan ummatnya untuk berqurban, dan qurban
diperintahkan pada waktunya bagi orang yang masih hidup untuk dirinya dan keluarganya.
Adapun berqurban untuk orang yang telah meninggal, maka jika orang tersebut telah berwasiat dari sepertiga hartanya yang ditinggalkan, atau dia berwasiat dari sebagian hartanya yang telah dia wakafkan, maka wajiblah bagi orang yang diserahkan wakaf atau wasiat itu untuk melaksanakannya, jika ia
tidak berwasiat dan tidak menjadikan pada wakafnya, dan ada seseorang yang hendak berqurban untuk bapaknya atau ibunya atau untuk selain keduanya maka hal itu adalah baik, dan ini termasuk bersedekah untuk orang yang sudah mati dan sedekah untuk orang yang sudah mati adalah disyari’atkan menurut perkataan ahlus sunnah waljama’ah. Adapun bersedekah dengan harga hewan qurban dengan dasar bahwa yang sedemikian adalah lebih utama dari menyembelihnya, maka jika berqurban tersebut tertulis dalam wasiatnya atau wakafnya, maka tidak boleh bersedekah dengan harganya, adapun jika hal itu bersifat tathawwu’ ( sedekah ) dari orang lain untuknya, maka hal itu luas ( boleh dengan harga dan boleh dengan hewan qurban, pent ) dan adapun berqurban
untuk seorang muslim dan keluarganya yang masih hidup maka hal itu adalah sunnah mu’akkadah bagi orang yang mampu, dan menyembelihnya lebih utama dari membayar harganya, karena mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
j. Apakah orang yang telah meninggal mengetahui apa yang dikerjakan oleh keluarganya ? Jika seseorang berqurban untuk bapaknya yang telah meninggal, bersedekah untuknya atau mendo’akannya, atau berziarah ke makamnya apakah dia (yang telah meninggal) merasakan atau mengetahui bahwa itu anaknya ?
Jawab :
Apa yang ditunjukkan oleh dalil syari’at bahwa orang yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dari sedekah yang masih hidup yang diniatkan untuknya,
dan do’a darinya, dan berqurban untuknya adalah bagian dari sedekah, maka jika orang yang bersedekah untuk yang telah meninggal itu ikhlas dalam bersedekah atau berdo’a untuknya maka yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dan yang berdo’a atau bersedekah akan mendapatkan pahala, karena karunia dari Allah dan rahmat-Nya, dan cukuplah bahwa Allah mengetahui bahwa
dia telah ikhlas dan melakukan amal yang baik dan Allah memberikan balasan bagi keduanya (bagi yang telah meninggal dan berdo’a atau bersedekah untuknya), adapun perkara bahwa yang telah meninggal mengetahui siapa yang telah berbuat baik kepadanya maka tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut sebagaimana kami ketahui, dan hal ini adalah perkara ghaib yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu dari Allah Ta’ala untuk Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
k. Pertanyaan : Siapakah yang berhak menerima daging hewar qurban, dan apa hukumnya mereka yang memberikan daging hewan qurban kepada yang menyembelih, dan juga kebanyakan kaum muslimin di negeri kami, jika mereka menyembelih seekor kambing, maka mereka tidak langsung membagikan dagingnya pada hari itu juga, dan mereka mendiamkannya sampai hari esok, dan saya tidak mengetahui , apakan yang sedemikian itu sunnah, atau dalam melakukan yang sedemikian mendapatkan pahala ?
Jawab :
Yang berqurban hendaknya memakan sebagian daging qurbannya, memberikan sebagiannya kepada kaum faqir untuk memenuhi hajat mereka pada hari itu, kepada kerabat untuk menyambung silaturrahmi, kepada tetangga untuk membatu mereka dan teman untuk memperkuat persaudaraan, dan bersegera memberikannya pada hari ied adalah lebih baik dari menundanya sampai
hari esok atau sesudahnya guna melapangkan kebutuhan mereka pada hari itu, dan memasukkan kegembiraan di hati mereka pada hari itu, dan karena umumnya perintah Allah (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi (QS. 3:133) Dan firman-Nya (Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. (QS. 2:148) Dan boleh memberikan sebagian dari daging qurban kepada yang menyembelih tetapi bukan sebagai upah penyembelihan, dan upahnya diberikan dari yang lainnya.
l. Pertanyaan : Bolehkah orang non-muslim memakan daging qurban pada hari Iedul adha ?
Jawab :
Ya, boleh bagi kita memberikan makan kepada orang kafir mu’ahad ( yang terikat perjanjian yaitu yang tunduk kepada negara Islam ) dan tawanan dari daging qurban, dan boleh memberikannya karena kefaqirannya,
atau kekerabatannya atau karena tetangga, atau untuk mengambil hatinya ( supaya masuk Islam ) karena hewan qurban merupakan ibadah pada penyembelihannya sebagai qurban karena Allah, dan ibadah kepada-Nya, adapun dagingnya, maka yang paling utama adalah yang berqurban memakan sepertiganya, memberikan sepertiganya kepada kerabat, tetangga dan
teman-temannya, dan bersedekah dengan sepertiganya lagi untuk kaum faqir, jika dia melebihkan atau mengurangi dari bagian-bagian ini, atau mencukupi dengan sebagiannya maka tidak apa-apa, dalam hal ini ada kelapangan, dan tidak boleh memberikan daging qurban kepada musuh, karena seharusnya kita mematahkan musuh dan melemahkannya tidak membantu dan
menguatkannya dengan sedekah, begitu juga hukum sedekah sunnah, karena umumnya firman Allah : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. 60:8) Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan Asma’ bintu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma untuk berbuat baik kepada ibunya dengan harta sedang ibunya seorang musyrikah dalam keadaan damai.
m. Pertanyaan : Benarkah bahwa orang yang menyembelih hewan qurbannya sebelum imam menyembelih adalah tidak shah ?
Jawab :
Yang benar bahwa yang menyembelih hewan qurban setelah shalat ied adalah shah, walaupun dia menyembelih sebelum imam menyembelih, adapun mereka yang menyembelih hewan qurban sebelum shalat ied, maka tidaklah shah qurbannya itu, dan itu hanyalah makanan yang dia percepat untuk keluarganya.
Barang siapa ingin berqurban, maka janganlah dia mengambil ( memotong ) rambut dan kukunya.
n. Pertanyaan : Hadits : Barang siapa hendak berqurban atau orang lain berqurban untuknya, maka dari awal bulan dzulhijjah janganlah dia memotong rambut atau kukunya, sampai dia selesai berqurban, maka apakah larangan ini untuk seluruh keluarganya, yang dewasa dan belum dewasa atau khusus untuk yang sudah dewasa saja ?
Jawab :
Kami tidak mengetahui bahwa lafadz hadits sebagaimana penanya sebutkan, dan lafadz yang kami ketahui sebagaimana diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha adalah bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : (Jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah dan seseorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan (dari memotong) rambut dan kukunya. Dan lafadz riwayat Abu Daud, Muslim dan Nasa’I : ( Barang siapa mempunyai sembelihan (hewan
qurban) yang akan disembelihnya, maka jika telah terbit bulan sabit dari bulan Dzulhijjah, maka janganlah dia mengambil ( memotong ) dari rambut dan kukunya sampai dia menyembelih ). Hadits ini menunjukkan larangan dari memotong sebagian rambut atau kuku setelah masuknya sepuluh pertama bulan
Dzulhijjah bagi mereka yang hendak menyembelih hewan qurban, dan dalam riwayat yang pertama terdapat perintah dan menahan, dan perintah menunjukkan suatu kewajiban dan kami tidak mengetahui ada dalil lain yang memalingkannya dari ma’na asli (wajib) dan dalam riwayat yang kedua ada larangan dari memotong, dan larangan menunjukkan haram, maksud kami, keharaman memotong, dan kami tidak mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari ma’na haram tersebut, dengan demikian
jelaslah bahwa hadits ini khusus bagi orang yang akan menyembelih saja, adapun orang yang disembelihkan baginya baik dewasa ataupun belum dewasa, maka tidak ada larangan bagi mereka untuk memotong sebagian rambut atau kukunya berdasarkan hukum asal yaitu boleh, dan tidak ada dalil yang menunjukkan hukum yang bertentangan dari hukum asal itu ( boleh ).
o.Tanya : Saya mempunyai saudara sepupu yang selalu menyembelih sembelihan untuk bapaknya/kakeknya setiap tahun dan saya telah menasihatinya lebih dari sekali, namun ia selalu berkata : aku sudah bertanya dan mereka mengatakan tidak ada dosanya, maka bagaimanakah hukum yang benar berdasarkan syari’ah?
Jawab :
Apabila ia menyembelih dan maksudnya berkurban di hari raya Idul Adha dan tiga hari sesudahnya ( 11,12 dan 13 dzulhijjah ) untuk bapaknya atau kakeknya dll , maka hal itu tidak apa-apa, atau ia menyembelih dan maksudnya untuk sedekah bagi mereka ( bapaknya/kakeknya dll ) yang akan dibagikan kepada kaum faqir, maka tidak apa-apa, karena sedekah dengan daging atau makanan lainnya , semuanya itu bermanfaat bagi yang hidup dan yang sudah meninggal berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau ditanya oleh seseorang tentang sedekah untuk ibunya yang telah meninggal dunia,
“apakah boleh saya bersedekah untuk ibuku?” maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “ya , bersedekahlah untuknya” . (HR.Bukhari) dan dalam riwayat Muslim: “apakah ia akan mendapatkan pahala ,jika aku bersedekah untuknya ? maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : ” ya”.
Singkat kata, para ulama sepakat bahwa sedekah bagi yang seudah meninggal bermanfaat baginya, begitu juga dengan do’a. Oleh karena itu jika ia bermaksud dari sembelihan itu sedekah bagi bapaknya atau kakeknya atau ia menyembelih sembelihan itu sebagai kurban di hari Idul Adha yang pahalanya ditujukan kepada Bapaknya dll yang sudah meninggal karena mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka tidak apa-apa dan dia akan mendapatkan pahala begitu juga yang sudah meniggal sesuai dengan keikhlasannya dan kesucian sumber harta yang digunakan untuk itu. Adapun jika ia melaksanakan itu untuk mendekatkan diri kepada yang sudah meninggal, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang menyembelih untuk ahli kubur, berhala, jin dll agar mendapatkan pertolongan mereka, atau agar mereka memberikan manfaat dan menjauhkan mereka dari penyakit dan segala bahaya, maka itu adalah perbuatan syirik, sebagaiman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah,” (HR.Muslim)
(Dikutip dari Fatwa-fatwa tentang Qurban, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin; Syaikh Abdul Aziz Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Jilid 6 hal,385)