Cari Blog Ini

Senin, 22 November 2010

Syarat Hewan Qurban

Qurban dalam pengertian ilmu fiqih Islam adalah penyembelihan binatang yang telah ditentukan jenis dan syaratnya, tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Idul Adha sering juga disebut dengan istilah Hari Raya Qurban. Istilah dalam bahasa Arab, dikenal dengan Udhiyyah, yang artinya binatang tertentu yang disembelih pada waktu Idul Adha.
Syarat Hewan Qurban
1. Jenis hewan qurban.
Hewan qurban harus berasal dari jenis binatang ternak. Contoh hewan ternak yang dimaksud adalah: Sapi, biri-biri, kambing, dan unta. Berdasarkan pada pendapat ulama-ulama madzhab, khususnya lima madzhab besar. Mereka sepakat jenis hewan ternak itulah yang diperbolehkan untuk menjadi hewan qurban.
2. Keadaan hewan qurban.
Hewan qurban hendaknya tidak memiliki cacat dalam fisik tubuhnya. Dari hadits riwayat Ahmad bin Hanbal, Rasulullah saw. Bersabda: “Empat macam hewan yang tidak akan sah dijadikan sebagai binatang untuk berqurban: rusak matanya, dalam keadaan sakit, berfisik pincang, memiliki tubuh kurus dan lemah.”
3. Usia hewan qurban.
Umur hewan yang sah untuk disembelih adalah: Domba yang telah mencapai umur satu tahun lebih atau gigi domba telah berganti. Kambing yang telah berumur dua tahun lebih. Unta yang mencapai umur lima tahun lebih. Sapi atau kerbau yang telah berumur dua tahun lebih.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim, satu ekor unta bisa berlaku untuk tujuh orang. Demikian pula untuk satu ekor sapi atau kerbau, berlaku sama untuk tujuh orang.
4. Waktu penyembelihan qurban.
Mengenai jumlah hari tasyrik, para ulama berbeda pendapat. Madzhab Hanbali, Madzhab Hanafi, dan Madzhab Maliki berpendapat bahwa waktu qurban adalah hari Idul Adha dan dua hari setelahnya. Maka batas penyembelihan hewan qurban jatuh pada tanggal 12 Dzulhijjah.
Berbeda dengan Madzhab Syafi’i. Imam Syafi’I mengatakan bahwa waktu penyembelihan adalah empat hari, yaitu hari Idul Adha dan tiga hari setelahnya. Maka proses berqurban ini dilanjutkan pada hari-hari tasyrik. Hari tasyrik ini bertepatan dengan tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah.
Penyembelihan hewan qurban lebih baik dikerjakan pada siang hari. Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban pada malam hari berstatus hukum makruh tanzih. Artinya lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
5. Nabi Muhammad memberikan sunnah yang lebih baik dilakukan dalam melaksanakan ibadah qurban Idul Adha. Di antaranya, keadaan tubuh hewan qurban lebih baik gemuk dan sehat, berdasarkan pada H.R. Bukhari dan Muslim.
6. Lebih baik mengikat binatang qurban beberapa hari menjelang datangnya Hari Raya Idul Adha. Hal ini dimaksudkan sebagai bagian dari syiar-syiar dakwah Islam. Pendapat ini merujuk juga pada, “…. Dan barang siapa yang mengagung-agungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu muncul dari ketakwaan.” (Q.S. 22:23).
7. Lebih baik hewan qurban tidak dipotong kuku dan bulu tubuhnya semenjak awal bulan Dzulhijjah. Sunnah ini berdasarkan H.R. Jamaah, kecuali Imam Bukhari.
8. Islam mensyaratkan agar hewan qurban harus dihadapkan ke arah kiblat. Demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad, berdasarkan pada keterangan hadits dari Ibnu Majah.
Demikianlah syarat sah keadaan hewan qurban Idul Adha yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Lebih baik jika kita mengikuti petunjuk Nabi agar ibadah qurban kita diterima oleh Allah SWT. Ingat, jangan lupa untuk membeli hewan qurban dengan cara yang halal, mengucap basmalah dan takbir, serta gunakan pisau yang sangat tajam.
Berdoalah semoga niat dan alam ibadah qurban kita diterima Allah SWT, amin!

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.2)

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.2)

Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya, dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya. berikut ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.
Pertama : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam nerkurban dengan dua ekor domba jantan (Akan datang dalilnya pada point ke delapan) yang disembelihnya setelah shalat Ied. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan (yang artinya) : “ Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya” (Riwayat Bukhari (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Bara’ bin Azib).
Kedua : Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya dari yang selain domba(Berkata Al-Hafidzh dalam “Fathul Bari” (10/5) : Jadza’ adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah ucapan jumhur. Adapula yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian diperselisihkan perkiraannya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang mengatakan 10 Tsaniyya dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun, sedang dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 athun. Lihat “Zadul Ma’ad” (2/317).)
Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing”(‘Shahihul Jami’” (1592), lihat ” Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” (1/87-95).)
Ketiga : Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah Idul Adha, karena hadits yang telah tsabit dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (bahwa) beliau bersabda : (yang artinya) : “ Setiap hari Tasyriq ada sembelihan”      (Dikeluarkan oleh Ahmad (4/8), Al-Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban (3854) dan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” (3/1118) dan pada sanadnya ada yang terputus. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam ‘Mu’jamnya” dengan sanad yang padanya ada kelemahan (layyin). Hadits ini memiliki pendukung yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Hadits ini hasan Insya Allah, lihat ‘Nishur Rayah” (3/61).)
Berkata ibnul Qayyim rahimahullah “Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu Hanifah semoga Allah merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum”        (Zadul Ma’ad (2/319))
Keempat : Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang ingin menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu. (Telah lewat takhrijnya pada halaman 66, lihat ‘Nailul Authar” (5/200-203).)
Berkata An-Nawawi dalam “Syarhu Muslim” (13/138-39). “Yang dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu (Campuran tertentu yang digunakan untuk menghilangkan rambut.) atau selainnya. Sama saja apakah itu rmabut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di tubuhnya”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Muhni” (11/96) “Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada Allah Ta’ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa”.
Aku katakan : Penuturan dari beliau rahimahullah mengisyaratkan haramnya perbuatan itu dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.
Kelima : Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang terpotong telinganya atau patah tanduknya(Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad (1/83, 127,129 dan 150), Abu Daud (2805), At-Tirmidzi (1504), An-Nasa’i (7/217) Ibnu Majah (3145) dan Al-Hakim (4/224) dari Ali radhiyallahu ‘anhu dengan isnad yang hasan.). Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan kurban, dan tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah, atau mudabarah, dan tidak pula dengan syarqa’ ataupun kharqa’ semua itu telh pasti larangannya.( Muqabalah adalah hewan yang dipotong bagian depan telinganya. Mudabarah : hewan yang dipotong bagian belakang telinganya. Syarqa : hewan yang terbelah telinganya dan Kharqa : hewan yang sobek telinganya. Hadits tentang hal ini isnadnya hasan diriwayatkan Ahmad (1/80 dan 108) Abu Daud (2804), At-Tirmidzi (4198) An-Nasa’i (7/216) Ibnu Majah (3143) Ad-Darimi (2/77) dan Al-Hakim (4/222) dari hadits Ali radhiyallahu ‘anhu.)
Boleh berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya’la (1792) dan Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsami dalam ” Majma’uz Zawaid” (4/22).
Keenam : Belaiu shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban di tanah lapang tempat dilaksanakannya shalat. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Majah (3161) dari Ibnu Umar.)
Ketujuh : Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa satu kambing mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar (Wafat tahun (103H) biografisnya bisa dibaca dalam “Tahdzibut Tahdzib” (7/217).) : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : “Bagaimana hewan-hewan kurban pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Ia menjawab : “Jika seorang pria berkurban dengan satu kambing darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan memberi makan yang lain” (Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Majah (3147) dan Al-Baihaqi (9/268) dan isnadnya hasan.)
Kedelapan : Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih kurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata : (yang artinya) : “ Nabi berkurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut”( Diriwayatkan oleh Bukhari (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Daud (2794).)
Kesembilan : Hewan kurban yang afdhal (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk) bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan kurban yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Daud (2792).)
Kesepuluh : Disunnahkan seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan kurbannya (menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa baginya untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan kurbannya. (Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara ulama, lihat point ke 13.)
Kesebelas : Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih kurban untuk ikut makan dari hewan kurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya. Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging kurban tersebut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : “ Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah”( Diriwayatkan oleh Bukhari (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Adapun riwayat larangan untuk menyimpan daging kurban masukh (dihapus), lihat ‘Fathul Bari’ (10/25-26) dan “All’tibar” (120-122). Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.)
Kedua belas : Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai kurban dari tujuh orang. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam “Shahihnya” (350) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata (yang artinya) : “ Di Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk tujuh orang”
Ketiga belas : Upah bagi tukang sembelih kurban atas pekerjaannya tidak diberikan dari hewan kurban tersebut, karena ada riwayat dari Ali radhiyallahu ia berkata.
(yang artinya) : “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurus kurban-kurbannya, dan agar aku bersedekah dengan dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannyaa (Dalam Al-Qamus yang dimaksud adalah apa yang dikenakan hewan tunggangan untuk berlindung dengannya.) dan aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda : Kami akan memberikannya dari sisi kami”( Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73) Ibnu Majah (3099) Al-baihaqi (9/294) dan Ahmad (1/79,123,132 dan 153) Bukhari meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : “Kami akan memberinya dari sisi kami”.)
Keempat belas : Siapa di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih kurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika menyembelih salah satu domba (yang artinya) : “ Ya Allah ini dariku dan ini dari orang yang tidak menyembelih dari kalangan umatku”( Telah lewat takhrijnya pada halaman 70)
Kelima belas : Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/95) : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafaur rasyidun sesudah beliau menyembelih kurban. Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama niscaya mereka menuju padanya. Dan karena mementingkan/mendahulukan sedekah atas kurban mengantarkan kepada ditinggalkannya sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura’, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein)

Hukum sekitar menyembelih hewan Qurban (bag.1)

Oleh: Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin

a.Menyembelih kurban harus lillahi ta’ala
Firman Allah Ta’ala (artinya): ”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Penguasa semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (kepada-Nya).” (Al-An’am: 162-163)
“Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban (untuk-Nya).” (Al-Kautsar: 2)
Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuturkan kepadaku empat kalimat: “Allah melaknat orang yang menyembelih binatang dengan berniat bukan Lillah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi seorang pelaku kejahatan, Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (H.R. Muslim)
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana hal itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak seorangpun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: “Persembahkan kurban kepadanya.” Dia menjawab: “Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya.” Merekapun berkata kepadanya lagi: “Persembahkan sekalipun seekor lalat.” Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat dan merekapun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanannya, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain: “Persembahkan kurban kepadanya.“ Dia menjawab: “Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.” Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya, orang ini masuk surga.” (H.R. Imam Ahmad)
Kesimpulan :
1. Tafsiran ayat dalam surah Al-An’am. Ayat ini menunjukkan bahwa penyembelihan binatang untuk selain Allah adalah syirik, sebagaimana shalat selain Allah.
2. Tafsiran ayat dalam surah Al-Kautsar. Ayat ini menunjukkan bahwa shalat dan penyembelihan adalah ibadah yang harus diniati untuk Allah semata-mata, dan penyelewengan niat ini dengan ditujukan untuk selain Allah adalah syirik.
3. Dalam hadits tersebut diatas, pertama kali yang dilaknat adalah orang yang menyembelih binatang dengan niat bukan Lillah.
4. Dilaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya; dan diantaranya adalah dengan melaknat bapak ibu orang lain, lalu orang lain ini melaknat bapak ibu orang tersebut.
5. Dilaknat orang yang melindungi seorang pelaku kejahatan yaitu orang yang memberikan perlindungan kepada seseorang yang melakukan tindak kejahatan yang wajib diterapkan kepadanya hukum Allah.
6. Dilaknat pula orang yang merubah tanda batas tanah, yaitu mengubah tanda yang membedakan antara hak milik seseorang dengan hak milik tetangganya dengan digeser maju atau mundur.
7. Ada perbedaan melaknat orang tertentu dan melaknat orang yang berbuat maksiat secara umum.
8. Kisah seekor lalat tersebut merupakan kisah yang penting sekali.
9. Bahwa seorang yang masuk neraka itu disebabkan karena ia persembahkan kurban lalat yang dia sendiri tidak sengaja berbuat demikian, akan tetapi dia melakukan hal tersebut untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu.
10. Mengetahui kadar syirik dalam hati orang yang beriman, bagaimana ketabahan hatinya dalam menghadapi eksekusi hukuman mati dan penolakannya untuk memenuhi permintaan mereka, padahal mereka tidak meminta kecuali amalan lahiriah saja.
11. Orang yang masuk neraka tersebut adalah seorang muslim sebab seandainya dia orang kafir, Rasulullah tidak akan bersabda: ”…masuk neraka karena seekor lalat…”
12. Hadits ini merupakan suatu bukti bagi hadits shahih yang menyatakan: “Surga itu lebih dekat kepada seseorang diantara kamu daripada tali sandalnya sendiri, dan nerakapun demikian halnya.”
13. Mengetahui bahwa amalan hati adalah tolok ukur yang penting, sampaipun bagi para pemuja berhala.
(Dikutip dari “Kitab Tauhid”, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Kerjasama Da’wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418H).
b. Pertanyaan : Apakah ada perintah dalam Al-Qur’an untuk menyembelih hewan Qurban pada hari idul Adhha ?
Jawab :
Diriwayatkan dari Qatadah , ‘Athaa dan Ikrimah bahwa yang dimaksud dengan Shalat dan menyembelih dalam firman Allah : (Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. 108:2 ) adalah shalat ied dan menyembelih hewan qurban, akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa maksud dari firman Allah tersebut adalah : bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan shalatnya- yang wajib dan yang sunnah- dan penyembelihannya murni hanya untuk Allah sebagaimana dalam firman-Nya : “Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, (QS. 6:162) Tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. 6:163 ).
Adapun syari’at menyembelih hewan qurban pada hari Ied adalah telah tetap berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak harus segala hukum itu disyari’atkan dalam Al-Qur’an secara rinci akan tetapi cukup dengan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman Allah : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;. (QS. 59:7)
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan, (QS. 16:44)
c. Pertanyaan : Apakah hukumnya menyembelih qurban, dan mana yang lebih utama, dagingnya dibagikan mentah atau matang, karena ada yang mengatakan bahwa sepertiga dari daging hewan qurban yang dikhususkan untuk bersedekah tidak boleh dimasak dan tidak boleh dipotong-potong tulangnya ?
Jawab:
Menyembelih hewan qurban hukumnya sunnah kifayah, dan sebagian ulama ada yang mewajibkannya ( fardlu ‘ain), mengenai pembagian dagingnya, baik dalam keadaan dimasak atau mentah boleh keduanya, dan disyari’atkan agar yang berqurban memakan sebagian dari qurbannya, menghadiahkannya ( kepada kerabat atau tetangga dll ) serta bersedekah. ( maksudnya agar daging hewan qurban tersebut, dibagi menjadi tiga bagian : pertama untuk dimakan oleh yang berkurban dan keluarganya, kedua dibagikan kepada
kerabat, tetangga atau kenalan dan ketiga untuk kaum faqir-miskin, red)
d. Pertanyaan : Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba ?
Jawab :
Berqurban yang paling utama adalah dengan unta, kemudian sapi kemudian kambing kemudian unta atau sapi yang disembelih oleh tujuh orang berserikat, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat Jum’at ( barang siapa pergi ( ke masjid untuk shalat Jum’at ) pada jam pertama maka
seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor unta, dan barang siapa pergi pada jam kedua maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor sapi, dan barang siapa pergi pada jam ketiga maka seakan-akan dia telah
berqurban dengan seekor domba yang bertanduk, dan barang siapa pergi pada jam keempat maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor ayam, dan barang siapa pergi pada jam kelima maka seakan-akan dia telah berqurban dengan sebutir telur. (HR. Ahmad, Malik, Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
Hadits di atas menunjukkan mufadhalah (mengutamakan satu dengan lainnya), dalam mendekatkan diri kepada Allah antara unta, sapi dan kambing, dan tidak diragukan bahwa berqurban adalah termasuk ketaatan yang paling agung di sisi Allah Ta’ala, dan karena unta lebih mahal, lebih banyak dagingnya dan
manfaatnya, pendapat ini dikeluarkan oleh Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad, namun Imam Malik berkata : yang utama adalah (berqurban) dengan domba yang berumur enam bulan masuk ke bulan ke tujuh dari umurnya, kemudian dengan sapi kemudian dengan unta, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berqurban dengan dua ekor domba, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan kecuali yang lebih utama.
Jawaban atas pendapat Imam Malik adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kadang-kadang memilih yang tidak utama untuk meringankan ummat, karena mereka akan selalu berusaha mencontohnya, dan
dia shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka
memberatkan ummatnya, dan dia shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan keutamaan unta dari sapi dan kambing sebagaimana hadits di atas.
e. Bolehkah berpatungan ( urunan/ berserikat ) dalam menyembelih hewan qurban, dan berapa jumlah orang yang berpatungan dalam satu ekor hewan qurban, apakah mereka harus dari satu keluarga, dan apakah berpatungan dalam berqurban termasuk perbuatan bid’ah ?
Jawab :
Sseseorang boleh berqurban untuk dirinya dan
keluarganya dengan seekor kambing, dalilnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. HR. Bukhari dan Muslim. dan bahwa ‘Atha bin Yasar berkata : hai Abu Ayyub ! bagaimanakah berqurban di antara kalian (para sahabat) di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ? maka dia menjawab : adalah seseorang diantara kita di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan
menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan memberi makan orang lain ( dengan daging tsb ) sampai banyak orang saling berbangga lalu menjadi seperti yang engkau saksikan. (HR. Malik, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, dan Tirmidzi berkata : hadits hasan shahih)
Dan syah menyembelih seekor unta atau sapi untuk tujuh orang, baik mereka itu dari satu keluarga atau bukan, baik mereka ada hubungan keluarga atau tidak, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengizinkan para sahabat untuk berserikat ( patungan/ urunan ) dalam menyembelih seekor unta atau sapi, setiap tujuh orang seekor sapi/ unta, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak merinci itu semua.
Wallahu A’lam
f. Pertanyaan : Ada seseorang yang bapaknya meninggal, dan dia ingin menyembelih hewan qurban untuknya, maka salah seorang gurunya berkata : tidak boleh menyembelih seekor unta untuk satu orang, lebih baik kamu menyembelih seekor kambing untuknya, dan orang yang mengatakan kepadamu : sembelihlah seekor unta adalah salah, karena tidak boleh menyembelih seekor unta kecuali untuk jama’ah (tujuh orang ) ?
Jawab :
Boleh menyembelih hewan qurban untuk orang yang telah meninggal ( pahalanya untuknya ) baik berupa seekor kambing atau unta, dan orang yang mengatakan : bahwa seekor unta tidak boleh kecuali untuk berjama’ah adalah salah, akan tetapi seekor kambing tidak syah kecuali untuk satu orang dan baginya boleh menyertakan keluarganya dalam mendapatkan pahalanya, adapun unta maka boleh untuk satu orang atau tujuh orang
berserikat dalam membelinya, maka sepertujuhnya merupakan qurban tersendiri bagi tiap orang yang berserikat, dan sapi sama hukumnya seperti unta.
g. Tolong beritahukan kepada kami tentang hewan qurban, sahkah berqurban dengan seekor kambing yang berumur enam bulan, karena mereka mengatakan bahwa tidak sah berqurban dengan kambing kecuali yang umurnya sudah sempurna satu tahun ?
Jawab :
Tidak sah berqurban dengan kambing domba kecuali yang umurnya sudah sempurna enam bulan dan telah memasuki bulan ke tujuh atau lebih, baik kambing jantan atau betina, dan inilah yang disebut dengan jadza’, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dan Nasa’I bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : sesungguhnya jadza’ (kambing
domba yang telah berumur enam bulan dan masuk ke bulan ke tujuh) mencukupi apa yang dicukupi oleh kambing yang sudah berumur satu tahun dan memasuki tahun kedua. Dan tidak sah berqurban dengan kambing kacang, atau unta atau sapi kecuali yang sudah berumur, baik betina atau jantan, hewan disebut telah berumur,kambing jika sudah genap satu tahun dan memasuki tahun kedua, sapi jika sudah genap berumur dua tahun dan memasuki tahun ke tiga, dan unta jika sudah genap berumur lima tahun dan memasuki tahun ke enam, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : Jangan kamu menyembelih kecuali yang sudah berumur, kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah jadz dari kambing domba. (HR. Muslim)
g. Pertanyaan :Cacat apakah yang ada pada hewan yang dapat menghalangi menjadi hewan qurban ?
Jawab :
Yang tidak shah dijadikan hewan qurban adalah yang buta sebelah mata, yang buta, yang sakit, yang sangat kurus, yang pincang, yang patah tanduknya dan yang terpotong telinganya.
h. Pertanyaan :Bolehkah mengucapkan niat misalnya jika saya ingin menyembelih hewan qurban untuk orang tua saya yang telah meninggal, lalu saya mengucapkan : Ya Allah, qurban ini untuk orang tua saya si fulan, atau saya melakukan hajat saya tanpa mengucapkan niat dan cukup.?
Jawab :
Niat tempatnya di hati, dan cukup dengan apa yang diniatkan dalam hati, dan tidak mengucapkannya dan dia harus mengucapkan Bismillah dan Allahu Akbar ketika akan menyembelih, berdasarkan riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan dua domba, dia sembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, membaca Bismillah dan Allahu Akbar. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
Dan tidak ada larangan, jika dia (yang berqurban ketika menyembelih) mengucapkan : Ya Allah, qurban ini untuk orangtuaku, dan ini adalah bukan termasuk mengucapkan niat.
i. Pertanyaan : Telah terjadi diskusi sekitar masalah qurban, sebagian mengatakan bahwa wasiat atas orang mati agar berqurban
( menyembelih hewan qurban yang pahala untuk yang mati) adalah tidak disyari’atkan, karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berwasiat untuk itu, begitu juga para khulafa’ur Rasyidin. Dan para peserta diskusi juga berpendapat bahwa bersedekah dengan harga hewan qurban lebih utama dari menyembelihnya ?
Jawab :
Menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkadah menurut pendapat kebanyakan ulama, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berqurban dan menganjurkan ummatnya untuk berqurban, dan qurban
diperintahkan pada waktunya bagi orang yang masih hidup untuk dirinya dan keluarganya.
Adapun berqurban untuk orang yang telah meninggal, maka jika orang tersebut telah berwasiat dari sepertiga hartanya yang ditinggalkan, atau dia berwasiat dari sebagian hartanya yang telah dia wakafkan, maka wajiblah bagi orang yang diserahkan wakaf atau wasiat itu untuk melaksanakannya, jika ia
tidak berwasiat dan tidak menjadikan pada wakafnya, dan ada seseorang yang hendak berqurban untuk bapaknya atau ibunya atau untuk selain keduanya maka hal itu adalah baik, dan ini termasuk bersedekah untuk orang yang sudah mati dan sedekah untuk orang yang sudah mati adalah disyari’atkan menurut perkataan ahlus sunnah waljama’ah. Adapun bersedekah dengan harga hewan qurban dengan dasar bahwa yang sedemikian adalah lebih utama dari menyembelihnya, maka jika berqurban tersebut tertulis dalam wasiatnya atau wakafnya, maka tidak boleh bersedekah dengan harganya, adapun jika hal itu bersifat tathawwu’ ( sedekah ) dari orang lain untuknya, maka hal itu luas ( boleh dengan harga dan boleh dengan hewan qurban, pent ) dan adapun berqurban
untuk seorang muslim dan keluarganya yang masih hidup maka hal itu adalah sunnah mu’akkadah bagi orang yang mampu, dan menyembelihnya lebih utama dari membayar harganya, karena mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
j. Apakah orang yang telah meninggal mengetahui apa yang dikerjakan oleh keluarganya ? Jika seseorang berqurban untuk bapaknya yang telah meninggal, bersedekah untuknya atau mendo’akannya, atau berziarah ke makamnya apakah dia (yang telah meninggal) merasakan atau mengetahui bahwa itu anaknya ?
Jawab :
Apa yang ditunjukkan oleh dalil syari’at bahwa orang yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dari sedekah yang masih hidup yang diniatkan untuknya,
dan do’a darinya, dan berqurban untuknya adalah bagian dari sedekah, maka jika orang yang bersedekah untuk yang telah meninggal itu ikhlas dalam bersedekah atau berdo’a untuknya maka yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dan yang berdo’a atau bersedekah akan mendapatkan pahala, karena karunia dari Allah dan rahmat-Nya, dan cukuplah bahwa Allah mengetahui bahwa
dia telah ikhlas dan melakukan amal yang baik dan Allah memberikan balasan bagi keduanya (bagi yang telah meninggal dan berdo’a atau bersedekah untuknya), adapun perkara bahwa yang telah meninggal mengetahui siapa yang telah berbuat baik kepadanya maka tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut sebagaimana kami ketahui, dan hal ini adalah perkara ghaib yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu dari Allah Ta’ala untuk Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
k. Pertanyaan : Siapakah yang berhak menerima daging hewar qurban, dan apa hukumnya mereka yang memberikan daging hewan qurban kepada yang menyembelih, dan juga kebanyakan kaum muslimin di negeri kami, jika mereka menyembelih seekor kambing, maka mereka tidak langsung membagikan dagingnya pada hari itu juga, dan mereka mendiamkannya sampai hari esok, dan saya tidak mengetahui , apakan yang sedemikian itu sunnah, atau dalam melakukan yang sedemikian mendapatkan pahala ?
Jawab :
Yang berqurban hendaknya memakan sebagian daging qurbannya, memberikan sebagiannya kepada kaum faqir untuk memenuhi hajat mereka pada hari itu, kepada kerabat untuk menyambung silaturrahmi, kepada tetangga untuk membatu mereka dan teman untuk memperkuat persaudaraan, dan bersegera memberikannya pada hari ied adalah lebih baik dari menundanya sampai
hari esok atau sesudahnya guna melapangkan kebutuhan mereka pada hari itu, dan memasukkan kegembiraan di hati mereka pada hari itu, dan karena umumnya perintah Allah (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi (QS. 3:133) Dan firman-Nya (Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. (QS. 2:148) Dan boleh memberikan sebagian dari daging qurban kepada yang menyembelih tetapi bukan sebagai upah penyembelihan, dan upahnya diberikan dari yang lainnya.
l. Pertanyaan : Bolehkah orang non-muslim memakan daging qurban pada hari Iedul adha ?
Jawab :
Ya, boleh bagi kita memberikan makan kepada orang kafir mu’ahad ( yang terikat perjanjian yaitu yang tunduk kepada negara Islam ) dan tawanan dari daging qurban, dan boleh memberikannya karena kefaqirannya,
atau kekerabatannya atau karena tetangga, atau untuk mengambil hatinya ( supaya masuk Islam ) karena hewan qurban merupakan ibadah pada penyembelihannya sebagai qurban karena Allah, dan ibadah kepada-Nya, adapun dagingnya, maka yang paling utama adalah yang berqurban memakan sepertiganya, memberikan sepertiganya kepada kerabat, tetangga dan
teman-temannya, dan bersedekah dengan sepertiganya lagi untuk kaum faqir, jika dia melebihkan atau mengurangi dari bagian-bagian ini, atau mencukupi dengan sebagiannya maka tidak apa-apa, dalam hal ini ada kelapangan, dan tidak boleh memberikan daging qurban kepada musuh, karena seharusnya kita mematahkan musuh dan melemahkannya tidak membantu dan
menguatkannya dengan sedekah, begitu juga hukum sedekah sunnah, karena umumnya firman Allah : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. 60:8) Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan Asma’ bintu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma untuk berbuat baik kepada ibunya dengan harta sedang ibunya seorang musyrikah dalam keadaan damai.
m. Pertanyaan : Benarkah bahwa orang yang menyembelih hewan qurbannya sebelum imam menyembelih adalah tidak shah ?
Jawab :
Yang benar bahwa yang menyembelih hewan qurban setelah shalat ied adalah shah, walaupun dia menyembelih sebelum imam menyembelih, adapun mereka yang menyembelih hewan qurban sebelum shalat ied, maka tidaklah shah qurbannya itu, dan itu hanyalah makanan yang dia percepat untuk keluarganya.
Barang siapa ingin berqurban, maka janganlah dia mengambil ( memotong ) rambut dan kukunya.
n. Pertanyaan : Hadits : Barang siapa hendak berqurban atau orang lain berqurban untuknya, maka dari awal bulan dzulhijjah janganlah dia memotong rambut atau kukunya, sampai dia selesai berqurban, maka apakah larangan ini untuk seluruh keluarganya, yang dewasa dan belum dewasa atau khusus untuk yang sudah dewasa saja ?
Jawab :
Kami tidak mengetahui bahwa lafadz hadits sebagaimana penanya sebutkan, dan lafadz yang kami ketahui sebagaimana diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha adalah bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : (Jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah dan seseorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan (dari memotong) rambut dan kukunya. Dan lafadz riwayat Abu Daud, Muslim dan Nasa’I : ( Barang siapa mempunyai sembelihan (hewan
qurban) yang akan disembelihnya, maka jika telah terbit bulan sabit dari bulan Dzulhijjah, maka janganlah dia mengambil ( memotong ) dari rambut dan kukunya sampai dia menyembelih ). Hadits ini menunjukkan larangan dari memotong sebagian rambut atau kuku setelah masuknya sepuluh pertama bulan
Dzulhijjah bagi mereka yang hendak menyembelih hewan qurban, dan dalam riwayat yang pertama terdapat perintah dan menahan, dan perintah menunjukkan suatu kewajiban dan kami tidak mengetahui ada dalil lain yang memalingkannya dari ma’na asli (wajib) dan dalam riwayat yang kedua ada larangan dari memotong, dan larangan menunjukkan haram, maksud kami, keharaman memotong, dan kami tidak mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari ma’na haram tersebut, dengan demikian
jelaslah bahwa hadits ini khusus bagi orang yang akan menyembelih saja, adapun orang yang disembelihkan baginya baik dewasa ataupun belum dewasa, maka tidak ada larangan bagi mereka untuk memotong sebagian rambut atau kukunya berdasarkan hukum asal yaitu boleh, dan tidak ada dalil yang menunjukkan hukum yang bertentangan dari hukum asal itu ( boleh ).
o.Tanya : Saya mempunyai saudara sepupu yang selalu menyembelih sembelihan untuk bapaknya/kakeknya setiap tahun dan saya telah menasihatinya lebih dari sekali, namun ia selalu berkata : aku sudah bertanya dan mereka mengatakan tidak ada dosanya, maka bagaimanakah hukum yang benar berdasarkan syari’ah?
Jawab :
Apabila ia menyembelih dan maksudnya berkurban di hari raya Idul Adha dan tiga hari sesudahnya ( 11,12 dan 13 dzulhijjah ) untuk bapaknya atau kakeknya dll , maka hal itu tidak apa-apa, atau ia menyembelih dan maksudnya untuk sedekah bagi mereka ( bapaknya/kakeknya dll ) yang akan dibagikan kepada kaum faqir, maka tidak apa-apa, karena sedekah dengan daging atau makanan lainnya , semuanya itu bermanfaat bagi yang hidup dan yang sudah meninggal berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau ditanya oleh seseorang tentang sedekah untuk ibunya yang telah meninggal dunia,
“apakah boleh saya bersedekah untuk ibuku?” maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “ya , bersedekahlah untuknya” . (HR.Bukhari) dan dalam riwayat Muslim: “apakah ia akan mendapatkan pahala ,jika aku bersedekah untuknya ? maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : ” ya”.
Singkat kata, para ulama sepakat bahwa sedekah bagi yang seudah meninggal bermanfaat baginya, begitu juga dengan do’a. Oleh karena itu jika ia bermaksud dari sembelihan itu sedekah bagi bapaknya atau kakeknya atau ia menyembelih sembelihan itu sebagai kurban di hari Idul Adha yang pahalanya ditujukan kepada Bapaknya dll yang sudah meninggal karena mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka tidak apa-apa dan dia akan mendapatkan pahala begitu juga yang sudah meniggal sesuai dengan keikhlasannya dan kesucian sumber harta yang digunakan untuk itu. Adapun jika ia melaksanakan itu untuk mendekatkan diri kepada yang sudah meninggal, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang menyembelih untuk ahli kubur, berhala, jin dll agar mendapatkan pertolongan mereka, atau agar mereka memberikan manfaat dan menjauhkan mereka dari penyakit dan segala bahaya, maka itu adalah perbuatan syirik, sebagaiman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah,” (HR.Muslim)
(Dikutip dari Fatwa-fatwa tentang Qurban, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin; Syaikh Abdul Aziz Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Jilid 6 hal,385)

Doa menyembelih Hewan Qurban

Doa menyembelih Hewan Qurban

Menyembelih kurban adalah amalan yang sering dilakukan kaum muslimin di Iedhul Adha. Dan disunnahkan bagi orang yang menyembelih untuk melakukannya di mushalla (Tanah lapang yang digunakan untuk sholat Ied, red) sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits shahih (yang artinya) : “Dari Nafi’ dari Ibnu Ubar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, bahwasanya beliau melakukan dzabh dan nahr (dzabh adalah menyembelih sapi dan kambing dan nahr adalah menyembelih unta , lihat Al Ushulus Tsalatsah Hasyiyah Syaikh Abdurahman bin Muhammad an Najdi Al Hanbali hal 42) di musholla (HR Bukhari, an Nasa’i,Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Imam Asy Syaukani mengatakan : hikmah dilakukannya penyembelihan di mushalla (lapangan tempat sholat Ied, red) adalah supaya orang-orang fakir dapat melihatnya sehingga mereka dapat mengambil daging sembelihan tersebut. (Lihat Nailul Authar karya Imam Asy Syaukani, jilid 5 hal 122).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengucapkan beberapa doa ketika menyembelih, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat yang shahih diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah memerintahkan (untuk didatangkan kepadanya) seekor kibas (domba) yang hitam, menderum (dengan perut) yang hitam dan melihat (dengan bulu sekitar matanya) yang hitam. Maka didatangkanlah kibas tersebut agar beliau menyembelihnya. Lalu beliau berkata kepada Aisyah : “Ya Aisyah, bawalah kemari sebuah pisau.” Maka Aisyahpun melakukannya. Kemudian Rasulullah mengambil pisau tersebut dan mengambil kibas serta menggulingkannya lalu beliau sembelih dengan mengucapkan :
باِسْÙ…ِ اللهِ ، اَللَّÙ‡ُÙ…َّ تَÙ‚َبَّÙ„ْ Ù…ِÙ†ْ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ Ùˆَ آلِ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ Ùˆَ Ù…ِÙ†ْ Ø£ُÙ…َّØ©ِ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ.
“Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.”
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud). Berarti beliau telah berkurban dengannya.
Dalam riwayat lain disebutkan (yang artinya) : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkurban dengan dua kibas yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk, kemudian Anas mengatakan : “Aku melihatnya menyembelih keduanya dengan tangannya, dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di atas kedua pipi (kibas) sambil mengucapkan basmalah (Bismillah, red) dan bertakbir (Allahu akbar,red). ” (HR Muslim).
Dalam suatu riwayat dari Anas yang semisal dengan riwayat diatas, akan tetapi pada akhirnya disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengucapkan :
بِاسْÙ…ِ اللهِ ، Ùˆَ اللهُ Ø£َÙƒْبَرُ { رواه مسلم}
“Bismillah, wallahu akbar”.
Artinya : Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar. (HR Muslim, Shahih Muslim 3/1557).
Dalam riwayat Baihaqi dengan memakai tambahan :
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ Ù…ِÙ†ْÙƒَ Ùˆَ Ù„َÙƒَ { رواه البيهق}
"Allahumma minka wa laka”.
Artinya : “Ya Allah, darimu dan untukmu.” (HR Baihaqi 9/278). (Lihat Hisnul Muslim, Sa’id bin Ali Al Qathani hal 141).
Wallahu a’lam bish showab.

Foto Pelaksanaan Kerja Bhakti



















Proposal Panitia Idul Adha Nurul Ihsan

Pembentukan Panitia Idul Adha Nurul Ihsan dibentuk tanggal 17 Oktober 2010 dengan nama kepanitiaan PIDUA NURUL IHSAN untuk lebih lengkapnya sulakan Klik Proposal Panitia Idul Adha Nurul Ihsan

LPJ PIDUA Nurul Ihsan 1431 H

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Illahi robbi yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan ibadah Qurban sehingga dalam pelaksanaan dan pemotongan pendistribusian hewan qurban dapat berjalan lancar sebagaimana mestinya. Walaupun demikian, masih terdapat kekurangan yang dapat dievaluasi dan diperbaiki dalam pelaksanaan Kegiatan PIDUA 1431 H pada tahun berikutnya.berikut LPJ lengkapnya silahkan Klik : Laporan Pertanggung Jawaban PIDUA 1431H

Minggu, 21 November 2010

FADHILAT QURBAN DAN AQIQAH

FADHILAT QURBAN DAN AQIQAH



Kedua-dua ibadah ini adalah antara amalan mulia dan penting dalam Islam kerana amat besar fadhilatnya, tetapi malangnya masih ramai orang yang samar-samar atau kabur kefahaman menerka mengenainya, sehinggakan ada yang memandang ringan walaupun mempunyai kemampuan tetapi tidak mahu melakukan penyembelihan qorban dan aqiqah ini. Semoga dengan penjelasan yang serba sedikit ini dapat membantu kefahaman kita semua tentang ibadat Qurban serta Aqiqah serta keinginan untuk sama-sama mencari pahala kedua ibadah ini akan meningkat.

Apakah sebenarnya qurban dan aqiqah itu? Apakah hukum melakukannya? Berapa kali kita dituntut melakukan qurban sepanjang hayat kita? Apakah syarat-syarat binatang yang dikorbankan? Apakah perbezaan antara qurban dan aqiqah? Bolehkah seekor lembu dikongsi sebahagian untuk qurban dan sebahaian untuk aqiqah? Apakah hikmah atau faedah yang bakal diperolehi kerana melakukan kedua-dua ibadah itu?

Demikianlah antara masalah yang akan cuba kita kupas serta perjelaskan dibahagian ini dan disamping itu akan dijelaskan beberapa perkara berkaitan dengan ibadah kurban dan aqiqah, semoga memberi kefahaman yang jelas hingga kita dapat menghayatinya dengan penuh keimanan kerana menjunjung perintah Allah s.w.t. dan mendapat fadhilat daripada amalan yang akan kita lakukan ini.

PENYEMBELIHAN QURBAN

Qurban ialah penyembelihan binatang qurban yang dilakukan pada Hari Raya Haji (selepas solat 'Idil Adhha) dan hari-hari Tasyriq iaitu ,11,12 dan 13 Zulhijjah kerana beribadah kepada  Allah s.w.t. , iaitu sebagai menghidupkan syariat Nabi Allah Ibrahim a.s. yang kemudiannya disyariatkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

Firman  Allah s.w.t. yang bermaksud:

"Dan telah Kami jadikan unta-unta itu sebahagian daripada syi'ar Allah, kamu memperolehi kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah diikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur."    (surah al-Haj:36)

"Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu dan berqurbanlah."    (Surah al-Kauthar:2)

Daripada Aisyah r.a Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda yang bermaksud: "Tiada suatu amalan yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Qurban, yang lebih dicintai Allah selain daripada menyembelih haiwan qurban. Sesungguhnya haiwan qurban itu pada hari kiamat kelak akan datang berserta dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya, dan sesungguhnya sebelum darah qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima disisi Allah, maka beruntunglah kamu semua dengan (pahala) qurban itu."    (Riwayat al-Tarmuzi, Ibnu Majah dan al-Hakim)

Zaid bin Arqam berkata: "Mereka telah bertanya, Wahai Rasullullah, apakah Udhhiyah (Qurban) itu? Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Ia sunnah bagi bapa kamu Nabi Ibrahim." Mereka bertanya lagi: Apakah ia untuk kita? Rasulullah s.a.w. menjawab: "Dengan tiap-tiap helai bulu satu kebaikan." Mereka bertanya: "maka bulu yang halus pula? Rasullullah s.a.w bersabda yang bermaksud "Dengan tiap-tiap helai bulu yang halus itu satu kebaikan."    (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)


HUKUM BERQURBAN

Hukumnya Sunnat Muakkad (Sunnat yang dikuatkan) atas orang yang memenuhi syarat-syarat seperti berikut:

Islam

Merdeka (Bukan hamba)

Baligh lagi berakal

Mampu untuk berqurban

Sabda  Rasullullah s.a.w yang bermaksud:

"Aku disuruh berqurban dan ia sunnat bagi kau." (Riwayat al-Turmuzi).

"Telah diwajibkan kepada ku qurban dan tidak wajib bagi kamu." (Riwayat Daruqutni)

Walaupun hukum berqurban itu sunnat tetapi ia boleh bertukar menjadi wajib jika dinazarkan. Sabda  Rasullullah s.a.w yang bermaksud: "Sesiapa yang bernazar untuk melakukan taat kepada Allah, maka hendaklah dia melakukannya." (Sila Rujuk: Fiqh al-Sunnah)


PERLAKSANAAN QURBAN

Binatang yang diqurbankan daripada jenis unta, lembu atau kerbau, kambing biasa yang berumur dua tahun, jika biri-biri telah berumur satu tahun atau telah gugur giginya sesudah enam bulan meskipun belum cukup satu tahun.

Binatang itu disyaratkan tidak cacat, tidak buta sebelah atau kedua-duanya, kakinya tidak pincang, tidak terlalu kurus, tidak terpotong lidahnya, tidak mengandung atau baru melahirkan anak, tidak berpenyakit atau berkudis. Binatang yang hendak disembelih itu mestilah sihat sehingga kita sayang kepadanya.

Waktu menyembelihnya sesudah terbit matahari pada Hari Raya Haji dan sesudah selesai solat 'Id dan dua khutbah pendek, tetapi afdhalnya ialah ketika matahari naik segalah pada Hari Raya Hhaji sehingga tiga hari sesuadah Hari Raya Haji (hari-hari Tastriq iaitu 11,12 dan 13 Zulhijjah)

Daging qurban sunnat, orang yang berkorban disunnatkan memakan sedikit daging qurbannya. Pembahagian daging qurban sunnat terdapat tiga cara yang utamanya adalah mengikut urutan sepererti berikut:

Lebih utama orang yang berqurban mengambil hati binatang qurbannya dan baki seluruh dagingnya disedekahkan

Orang yang berqurban itu mengambil satu pertiga daripada jumlah daging qurban, dua pertiga lagi disedekahkannya.

Orang yang berqurban mengambil satu pertiga daripada jumlah daging, satu pertiga lagi disedekahkan kepada fakir miskin dan satu pertiga lagi dihadiahkan kepada orang yang mampu. Sabda  Rasullullah s.a.w: "Makanlah oleh kamu sedekahkanlah dan simpanlah."


HIKMAH DAN FADHILAT

Menghidupkan sunnah Nabi Allah Ibrahim a.s.

Mendidik jiwa kearah takwa dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t.

Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat murah hati mahu berbelanja harta kejalan Allah s.w.t.

Menghapuskan dosa dan mengharap keredhaan  Allah s.w.t.

Menjalinkan hubungan kasih sayang sesama manusia terutama antara golongan berada dengan golongan yang kurang bernasib baik.

Akan memperolehi kenderaan atau tunggangan ketika meniti titian al-Sirat al-Mustaqim diakhirat kelak. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. yang bermaksud: "Muliakanlah qurban kamu kerana ia menjadi tunggangan kamu dititian pada hari kiamat."



AQIQAH UNTUK ANAK

Aqiqah pengertian dari segi bahasa ialah rambut dikepala kanak-kanak. Sementara pengertian aqiqah dari segi syara ialah binatang yang disembelih pada hari mencukur rambut bayi. Aqiqah sebagai ibadah yang telah disyariatkan oleh  Allah s.w.t. sebagaimana penjelasan Rasulullah s.a.w. dengan sabdanya yang bermaksud: "Setiap anak yang lahir itu  terpelihara dengan aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh (daripada hari kelahirannya), dicukur dan diberi nama." (Riwayat Abu Dawud, al-Turmuzi dan Ibnu Majah)

Ibnu Majah menerangkan maksud "... terpelihara dengan aqiqahnya..." (pada mafhum hadis diatas) adalah bahawa aqiqah itu sebagai sebab yang melepaskan kanak-kanak tersebut daripada gangguan syaitan yang cuba menghilangkan daripadanya melakukan kebaikan.

Daripada Salman bin Amir al-Dhabley, bahawa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Untuk anak lelaki itu aqiqahnya. Tumpahkan atasnya darah dan hilangkanlah daripadanya kekotoran dan najis." (Riwayat Abu Daqud, al-Turmuzi dan Ibnu Majah).

Menurut Imam Ahmad bin Hambal, bahawa apabila seseorang kanak-kanak itu mati dalam keadaan belum diaqiqahkan lagi, maka anak itu tidak dapat mensyafaatkan kedua-dua orang tuanya diakhirat kelak.


HUKUM AQIQAH

Hukum aqiqah itu adalah sama dengan ibadah qurban iaitu Sunnat Muakkad kecuali dinazarkan menjadi wajib.

Penyembelihan aqiqah ialah pada hari ketujuh dari kelahiran bayi atau pada hari ke empat belas atau ke dua puluh satu. Jika tidak dapat maka bila-bila masa selagi anak itu belum baligh.

Jika anak telah baligh, maka gugur tuntutan atas walinya dan sunnat bagi dirinya (individu yang berkenaan) mengaqiqahkan untuk dirinya sendiri. Hal ini berdasarkan hadis dari Ahmad, Abu Dawud dan al-Tabrani, bahawa Rasulullah s.a.w. pernah mengaqiqahkan dirinya sendiri sesudah Baginda s.a.w. diangkat menjadi Rasul.

Anak zina, aqiqahnya sunnat atas ibunya kerana nafkah hidup anak zina itu tanggungan ibunya bukan bapanya. Demikian pendapat Syaikh Ibnu Hajar dan Syaikh Ramli, manakala Khatib Syarbini pula berpendapat, adalah tidak sunnat bagi ibu mengaqiqahkan anak zinanya meskipun si ibu memberi nafkah kepadanya.

Anak lelai disembelihkan dua ekor kambing (tetapi sah sekiranya seekor) dan perempuan memadai dengan seekor kambing. Diriwayatkan daripada Aisyah, bahawa Rasulullah s.a.w. memerintahkan para sahabat agar menyembelih aqiqah untuk anak lelaki dua ekor kambing yang umurnya sama dan untuk anak perempuan seekor kambing. (Riwayat al-Turmuzi). Daripada Ibnu Abbas r.a. pula menyatakan. bahawa Rasullullah s.a.w. menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husin masing-masing dengan seekor kambing. (Riwayat Abu Dawud)

HUKUM-HUKUM YANG LAIN BERKAITAN DENGAN QURBAN DAN AQIQAH

Jika menyembelih qurban sendiri hendaklah berniat: "Aku jadikan binatang ini qurban untuk diriku kerana Allah Ta'ala" dan seumpamanya, atau jika penyembelihan aqiqah berniat : "Aku jadikan penyembelihan binatang ini sebagai aqiqah untuk anakku kerana Allah Ta'ala."

Jika untuk tolong kepada orang lain maka hendaklah berakad iaitu dengan dua cara:

1) Secara wakil, maka orang yang mewakilkan berkata: "Aku wakilkan atas diriku untuk menghasilkan penyembelihan qurban untuk diriku (atau aqiqah untuk anak ku...)." Orang yang menerima wakil menjawab: "Aku terima sebagai wakil untuk menghasilkan penyembelihan qurban untukmu (atau aqiqah untuk anakmu...)."   (PERINGATAN: Orang yang menerima wakil hendaklah melaksanakan penyembelihan dan tidak boleh diserahkan tanggungjawab menyembelih kepada orang lain).

2) Secara menyerahkan tanggungan dengan berkata: "Saya meletakkan atas zimmah tanggungan tuan untuk menghasilkan penyembelihan qurban untuk ku (atau aqiqah untuk anakku)." (PERINGATAN: Penerima jika tidak dapat menyempurnakan tanggungjawab yang diterima, boleh diserahkan kepada orang lain untuk menyempurnakan penyembelihan untuk orang-orang yang berakad tadi).

Daging qurban sunnat disedekahkan kepada fakir miskin atau dihadiahkan kepada orang yang mampu dalam bentuk masih mentah tetapi aqiqah sunnat dimasak dengan masakan jenis manis seperti kurma, kicap dan sebagainya.

Binatang unta, lembu atau kerbau boleh dikongsi sebhagian untuk qurban dan sebahagian untuk aqiqah.

Disunnatkan tulang-tulang binatang qurban itu tidak dipatahkan atau dipecahkan sama ada oleh orang yang mengaqiqahkan atau yang memakannya. Cuma hendaklah diceraikan pada setiap persendian tulang. Sekiranya dipecahkan juga maka tidaklah pula makruh, tetapi khilaf aula (yakni bersalahan dengan yang utama).

Daging aqiqah atau qurban atau mana-mana bahagian dari binatang (seperti kulit, tulang dan sebagainya) tidak boleh dijadikan upah kepada orang yang menyembelih dan orang-orang yang menguruskan pemotongan. Upah untuk mereka jika diperlukan, maka hendaklah diberi dalam bentuk wang atau harta benda yang lainnya.

Orang kafir tidak boleh diberi makan daging aiqah atau daging qurban, sekiranya telah diberi umpamanya sekilo, maka wajib diganti dengan daging yang lain untuk memenuhi daging yang kurang itu.

Daging atau mana-mana bahagian dari binatang qurban nazar atau aqiqah, haram dimakan atau diambil oleh orang yang melakukannya.


QURBAN DAN AQIQAH BERAMAI-RAMAI

Sekarang ini ada pihak tertentu seperti Masjid, Surau atau badan kebajikan dan orang perseorangan menganjurkan majlis Qurban dan Aqiqah secara beramai-ramai. Pada dasarnya amalan ini baik demi menggalakkan masyarakat Islam melakukan kedua-dua ibadah yang sangat dituntut dalam Islam (Sunnat Muakkad). Namun yang demikian, beberapa syarat berikut ini hendaklah dipatuhi:

Pengurusan hendaklah dilakukan dengan betul, dengan penuh amanah dan tanggungjawab.

Harga yang dikenakan hendaklah dinyatakan termasuk kos pengurusan (Penyembelihan, kenderaan, upah menyembelih, melapah dan sebagainya jika memerlukan upah).

Hendaklah diadakan aqad atau ijab dan qabul antara orang yang melakukan qurban atau aqiqah dengan pihak pelaksana (AJK Qurban/ Aqiqah atau AJK Masjid/ Surau/ Badan Kebajikan/ Orang perseorangan).

SEJARAH QURBAN

SEJARAH  QURBAN

Kurban wajib bagi orang yang mampu atau berkecukupan tapi bila tidak melaksanakan kurban, Nabi Muhammad SAW mengingatkan : "Barang siapa yang sudah mampu dan mempunyai kesanggupan tapi tidak berkurban, maka dia jangan dekat-dekat kemushallahku." Hadis tersebut merupakan sindiran bagi orang-orang yang mampu dan banyak harta tapi tidak mau berkurban.

Sejarah qurban itu dibagi menjadi tiga, yaitu : zaman Nabi Adam As; zaman Nabi Ibrahim As; dan pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Pertama pada zaman Nabi Adam As. Qurban dilaksanakan oleh putra-putranya yaitu bernama Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Saat itu sudah mulai ada perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk qurban.

Sebagai petani si Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya dan sebagai peternak si Habil mengeluarkan hewan-hewan peliharaanya untuk kurban, untuk siapa semua itu diqurbankan, padahal waktu itu manusia belum banyak. Diterangkan dalam sejarah, harta yang diqurbankan itu disimpan di suatu tempat yaitu di Padang Arafah yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jemaah haji.

Baik buah-buahan yang diqurbankan si Qabil maupun hewan ternak yang diqurbankan si Habil, dari kedua orang tersebut mempunyai sifat berbeda. Si Habil mengeluarkan hewan diqurbankan dengan tulus ikhlas. Dipilih hewan yang gemuk dan sehat, dan dia taat terhadap petunjuk ayahnya Nabi Adam.Berbeda dengan si Qabil, Dia memilih buah-buahan yang jelek-jelek dan sudah afkiran.

Ketika keduanya melaksanakan qurban, ternyata yang habis adalah qurban yang dikeluarkan oleh si Habil sementara buah-buahan yang dikeluarkan si Qabil tetap utuh, tidak berkurang. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27 : "Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari meraka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), Ia berkata : "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil " Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa".

Kurban si Habil di terima Allah SWT karena dia mengeluarkan sebagian hartanya yang bagus-bagus dan dikeluarkan dengan tulus dan ikhlas. Sementara si Qabil mengeluarkan sebagian harta yang jelek-jelek dan terpaksa. Oleh karena kurban tidak diterima Allah. Akhirnya si Qabil menaruh dendam kepada si Habil. Berawal dari perebutan calon istrinya, dimana peraturan waktu itu dengan sistem silang.

Kedua, pada zaman Nabi Ibrahim As. Dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shafaat ayat 100-111 yang menceritakan mengenai qurban dan pengorbanan. Ketika Nabi Ibrahim berusia 100 tahun beliau belum juga dikaruniai putra oleh Allah dan beliau selalu berdoa: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh" (Q.S>37:100)

Kemudian dari istrinya yang kedua yakni Siti Hajar yang dinikahinya ketika Nabi Ibrahim mengadakan silaturahmi ke Mesir (setiap kedatangan pembesar diberi hadiah seorang istri yang cantik oleh pembesar Mesir).Dari Siti Hajar lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Islam, ia lahir di tengah-tengah padang pasir yang disebut. Bahkan kemudian dikenal dengan Mekkah.

Pada saat Nabi Ibrahim diberi petunjuk oleh Allah, agar meninggalkan istrinya Siti Hajar dengan seorang putranya yang dari lahir dan ia disuruh menemui istrinya yang pertamanya yakni Siti Sarah yang berada di Yerussalem kota tempat Masjidil Agsho. Beliau meninggalkan beberapa potong roti dan sebuah guci besiris air untuk Siti Hajar dan Ismail.

Pada waktu Siti Hajar kehabisan makanan dan air, ia melihat disebelah timur ada air yang ternyata adalah fatamorgana yaitu di Bukit Sofa. Di situ Ismail ditinggalkan dan Siti Hajar naik Kebukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali, tapi tidak juga mendapatkan air sampai ai kembali ke Bukit Marwah yang terakhir. Ia merasa khawatir terhadap anaknya barangkali Ismail kehausan dilihat kaki Ismail bergerak-gerak diatas tanah dan tiba-tiba keluar air dari dalam tanah. Siti Hajar berlari kebawah sambil berteriak kegirangan :"zami-zami?" itulah kemudian

menjadi sumur Zam-Zam itulah kemudian menjadi sumur Zam-zam. Di situlah Siti Hajar dan Nabi Ismail di padang pasir yang kering kerontang yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim dan ditempat itulah Allah SWT. Menetapkan sebagai tempat ibadah haji.

Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Hajj : 27 : "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai onta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh".

Memang sudah disiapkan oleh Allah, disana tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada gunung berapi yang menyebabkan ada sumber kehidupan tapi atas kehendak Allah maka jadilah sumur "Zam-zam"."Nabi Ismail ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang berada di Yerusalem sampai Nabi Ismail menjelang remaja. Kemudian di Yerusalem ternyata Siti Sarah hamil yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Iskhak. Nabi Ibrahim diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah untuk menengok istri dan anaknya yang pertama yaitu Nabi Ismail, yang rupanya sudah mulai besar. Dalam suatu riwayat kira-kira berusia 6-7 tahun. Sejak dilahirkan sampai besar itu Nabi Ismail menjadi kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash Shaffaat : 102 : "Maka tatkala sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : Hai anakku aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pemdapatmu " Ia menjawab: "hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Asbabun Nujul atau latar belakang sejarahnya ketika nabi Ibrahim bermimpi (ruyal Haq). Dalam impiannya ia mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail dan sampai di Mina beliau menginap, beliau mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah malamnya di Mina, masih bermimpi yang sama juga. Betapa ujian Berat kepada Nabi Ibrahim as. Supaya menyembelih putra kesayangannya. Itulah yang dijelaskan dalam surat Ash-Shaffaat ayat 102.

Setelah terjadi dialog dengan putranya. Ibrahim mengajak putranya Nabi Ismail, kira-kira antara ratusan meter dari tempat tinggalnya (Minah), baru lebih kurang 70-80 meter berjalan, setan menggoda istrinya Siti Hajar: "Ya Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail yang sedang tumbuh dan menggemaskan itu?". Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: "Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau dikemanakan anakku?" Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT, ditempat itulah dimana pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah bagi jemaah haji disuruh melempar batu dengan membaca : Bismillahi Allahu Akbar. Hal tersebut mengandung arti bahwa kita melempar setan atau sifat-sifat setan yang ada di dalam diri kita. Akhirnya tibalah mereka di Jabal Qurban kira-kira 200 meter dari tempat tinggal Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sebagaimana di firmankan oleh Allah didalam surat ASH-Shaffaat ayat 103-107: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya


demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik". Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar ".

Dan yang ketiga, dalam Zaman Nabi Muhammad SAW. Masalah kurban diceritakan kembali yaitu di dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3 "Se-sungguhnya Kami telah memberikan kepadanya nikmat yang banyak, Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu, dan Berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus".

Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan: "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tiadalah dapat kamu mengitungnya" (QS:Ibrahim: 34). Oleh karena itu berkaitan dengan ibadah kurban yang sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw. Allah berfirman: "Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah", Sholat merupakan hubungan vertikal dengan Allah untuk mensyukuri nikmat Allah. Hubungan antara sesama manusia secara horisontal diwujudkan bahwa setelah shalat Idul Adha yaitu dengan berkurban memotong hewan ternak berupa kambing atau sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin.

Kita biasanya serius ketika beribadah langsung dengan Allah tapi kadang-kadang ibadah sesama manusia seringkali kurang serius. Allah SWT mengingatkan dalam surat Al-MaaHuun ayat 1-7 : "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan ) barang berguna".

Qurban ini merupakan masalah ubudiyah yang bersifat sosial yang berhubungan dengan sesama manusia dengan cara mengorbankan sebagian harta.

Maka qurban secara lughatan bahasa dengan berdasarkan pada surat Al-Maidah ayat 27 "Qurban" berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk mendapatkan ridho serta mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT (surat Al-Kaustar) dengan memotong hewan kurban, adalah untuk mendeka

tkan diri kepada Allah SWT. Memotong hewan kurban; unta, sapi, kerbau, dan kambing, dengan tujuan taqwa kepada Allah. Ditegaskan dalam surat Al-Hajj : 37 : "daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah tapi ketaqwaan dari pada kamulah yang dapat mencapainya".

Waktu berkurban dimulai sejak tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah. Masa memotong qurban pada tanggal 10 disebut "Yaumul nahar"yaitu hari untuk menyembelih kurban. Sedangkan tanggal 11, 12, 13 dinamakan "yaumul tsyriq" Di luar waktu tersebut bila kita memotong hewan dinamakan sedekah. Maka kalu niatnya berkurban harus dilakukan padan waktu-waktu tersebut, yakni pada tanggal 10,11,12, dan 13 Dzulhijjah.

Hukumnya berkurban ada dua pendapat: Petama, wajib bagi orang yag mampu (kalau dibelikan kambing tidak akan mengurangi kewajiban memberi nafkah kepada keluarga). Menurut Mazhab di luar Syarii hukumnya sunnah mu’akadah. Adapun diwajibkan secara mutlak yaitu kurban yang disebut Nadzar yang seseorang yang sudah meniatkan untuk memotong hewan apabila niatnya terkabul.
Dasar kewajiban ibadah kurban juga berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa mempunyai kesanggupan dan kemampuan (untuk berqurban) tapi tidak mau berqurban maka janganlah dia mendekati Musholla kami".

Hadis ini merupakan suatu kritikan yang seolah-olah Nabi Muhammad SAW berkata: "Kenapa kamu beribadah kepada Allah begitu tekun, tapi kenapa kamu tidak mau berqurban padahal kamu memiliki harta yang berlebihan". Oleh karena itulah bagi yang mampu hukumnya wajib untuk berqurban yakinlah bahwa apabila kita berqurban tidak akan mengurangi kekayaan kita dan tidak akan membuat kita menjadi miskin.

Adapun binatang yang boleh untuk berqurban adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing. Kalau tidak mampu, memang tidak wajib. Diriwayatkan ada seorang sahabat yang miskin yang tidak sanggup membeli seekor kambing, oleh karena itu dibolehkan hanya membeli dagingnya saja untuk berqurban, tapi yang riel berqurban wujudnya memang seekor binatang sebagaimana tersebut diatas.

Daging kurban boleh dibagikan kepada tiga asnap menurut syariat. Boleh dimakan sekeluarga sendiri paling banyak 1/3 bagian, 1/3 bagian lagi untuk fakir miskin dan 1/3 bagian lagi untuk handai tolan dan kenalan. Boleh juga secara keseluruhan diserahkan kepada panitia dan terserah panitia yang membagikannya. Bila hanya minta pahanya saja bagi berqurban masih diperbolehkan asal bukan qurban nadzar.

Apa hikma ibadah kurban? Hikmahnya antara lain menggembirakan fakir-miskin. Sebab tidak semua orang mampu makan dengan daging walau adanya di kota besar, masih banyak kawan kita, saudara kita, tetangga kita yang makan daging sebulan sekali. Sehari-harinya hanya makan alakadarnya. Maka dianjurkan sekali bagi orang yang mampu untuk berqurban dengan niat ikhlas kelak dikemudian hari akan mengantarkan kita menuju surga yaitu binatang yang telah kita kurbankan, yang merupakan wujud amal salehnya.

Dalam hadis yang lain nabi Muhammad SAW bersabda : "Tiap-tiap rambut yang dikurbankan adalah merupakan "Khair". Ungkapan "Khair" ini mengandung arti keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, kemurahan Allah dan kalau orang sudah mendapatkan khairat maka berarti dia telah memperoleh segala-galanya dari Allah. Itulah hikmah daripada ibadah qurban. Wallaahu 'alam bish-showab